REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Sekitar 200 aktivis hak asasi manusia, pemuda dan para biksu Buddha berkumpul di depan Kedutaan Besar Australia di Phnom Penh, Jumat, untuk memprotes rencana Australia mengirim para pencari suaka kembali ke Kamboja.
Seorang pemimpin protes, Tim Teav, direktur eksekutif Federasi Cendekiawan Kamboja dan Mahasiswa, mengatakan unjuk rasa adalah untuk memprotes pemerintah Australia yang telah merencanakan untuk mengirim pengungsi kembali ke Kamboja.
"Kami juga mendesak pemerintah Kamboja untuk tidak menandatangani kesepakatan pengungsi dengan Australia, karena Kamboja masih salah satu negara termiskin di dunia," katanya kepada wartawan.
Ratusan personil keamanan telah dikerahkan untuk menjaga Kedutaan Besar Australia di Phnom Penh saat pengunjuk rasa berada di luar.
Protes itu terjadi setelah Menteri Dalam Negeri Kamboja Sar Kheng dan Menteri Imigrasi Australia yang berkunjung Scott Morrison dijadwalkan untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang penyelesaian pengungsi dari Australia ke Kamboja Jumat sore.
Masih belum diketahui berapa banyak pengungsi Kamboja akan diterima Australia dan di mana para pencari suaka akan dipindahkan di Kamboja.
Pada Mei, Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong mengatakan, negara Asia Tenggara itu akan mengambil hanya pengungsi sukarela dari Australia, dan menambahkan bahwa Australia akan mengirim sejumlah pengungsi dari negara Pasifik kecil Nauru ke Kamboja.
Australia mengusulkan kesepakatan pengungsi dengan Kamboja pada Februari selama kunjungan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop ke Kamboja.
Berdasarkan skema pemrosesan lepas pantai, yang Australia katakan bertujuan untuk menghalangi penyelundupan orang, setiap pencari suaka yang tiba dengan perahu, atau dicegat di laut, ditransfer ke pusat penahanan di Pulau Manus Papua Nugini atau Nauru untuk diproses.
Jika klaim suaka mereka telah disetujui, mereka hanya akan diizinkan untuk menetap di luar Australia.