REPUBLIKA.CO.ID, TOBRUK -- Parlemen terpilih Libya berencana mengadakan dialog dengan oposisi pada Senin (29/9). Menurut anggota parelemen, dialog sangat dibutuhkan untuk mencegah Libya ke dalam kehancuran lebih dalam.
Dewan Perwakilan Rakyat yang diakui secara internasional dipilih pada Juni lalu. Mereka tumbang bulan lalu saat kelompok bersenjata di barat Misrata menguasai Tripoli dan mendirikan kabinet sendiri.
Pertemuan di Ghadames, ditengahi oleh PBB dalam upaya mencegah negara ke perang saudara.
Juru bicara DPR Faraj Hashem mengatakan, pembicaraan akan mengundang wakil terpilih dari Misrata yang sebelumnya memboikot sesi dialog pada Agustus lalu.
"Kami menyambut dialog hanya dengan wakil yang telah memboikot sesi sebelumnya," kata Hashem pada Reuters. Ia mengatakan tak akan ada pembicaraan dengan kelompok bersenjata Misrata.
Anggota parlemen Tripoli Ali Tekbali mengatakan, ia berharap sedikit dari pertemuan tersebut. "Saya tak berpikir itu (pembicaraan) akan membawa banyak hasil, karena pembicaraan tak mencakup milisi. Wakil kami tak memiliki kekuatan atas mereka," ujarnya.
Anggota parlemen dan diplomat lain menyambut prospek pembicaraan tersebut. Mereka berharap pertemuan akan memulai dialog politik yang lebih luas dan bukan hanya tentang DPR.
Beberapa jam sebelum rincian pertemuan datang, Perdana Menteri Abdullah al0Thini dan kabinetnya mengambil sumpah jabatan setelah anggota parlemen menyetujui susunan kabinet. Pekan lalu DPR menyetujui daftar kabinet kedua setelah menolak 16 anggota awal.
Kabinet baru kini memiliki 13 menteri termasuk tiga wakil untuk Thinni dan tak ada menteri perminyakan. Sektor minyak yang penting akan dijalankannoleh perusahaan negara National Oil Corp, seperti saat di bawah kepemimpinan Moamar Ghadafi.