Selasa 30 Sep 2014 13:33 WIB

Advokat Indonesia Hadiri Konferensi Internasional di Tunisia

Tunisia
Foto: .
Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu Advokat Indonesia dari Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusi (Paham) Indonesia bertolak ke Tunisia untuk menghadiri undangan Presiden Tunisia Mohamed Moncef Marzouki.

"Acara konferensi itu dilakukan oleh Center of Strategic Studies for North Africa in Tunisia yang diikuti peserta sebanyak 200 lebih peserta," kata Sekretariat Jenderal Paham Indonesia Sylviani Abdul Hamid di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan peserta yang ikut dalam konferensi itu berasal dari Lawyer, Akitifis Hak Asasi Manusia dan Politisi dari Palestina, Dunia Arab dan Barat.

Untuk tema dalam konferensi internasional ini mengangkat tentang monitoring of the Paletinian Political and Legal Issue, in Light of Israel's Aggression on Gaza.

Bukan itu katanya, perkumpulan para pratisi hukum dalam hali ini Lawyer (Advokat) dilakukan untuk negara-negara yang memiliki kepedulian terhadap nasib bangsa Palestina.

"Karena yang berkumpul dalam konferensi ini adalah para Lawyer maka pembahasan yang dilakukan seputar hukum internasional," tuturnya.

Dikatakannya, pembahasan seputar hukum internasional itu berkaitan dengan penyelesian krisis kemanusiaan di Paletina akibat serangan militer yang dilakukan oleh Israel.

Bukan itu saja, konferensi ini juga membicarakan tentang kebijakan strategis yang berkaitan dengan Palestina sebagaiman diketahui sampai saat ini masih terus diupayakan perdamaian antara Palestina dan Israel.

Sylvi menuturkan lembaganya dalam konferensi itu mengusung dua isu strategis yang berkaitan dengan Revisi Statuta Roma 1998 tentang Internasional Criminal Court serta menggalang dukungan untuk memberikan hukuman kepada negara-negara yang melakukan kejahatan kemanusian berupa boikat segala produk yang berasal atau berafiliasi negara-negara tersebut.

"Efektifitas ICC dipertanyakan apabila berhadapan dengan negara-negara tertentu yang sering melakukan kejahatan kemanusiaan sehingga perdamaian dunia terancam karena mahkamah tidak tegas untuk menyeret para pelaku kejahatan kemanusiaan seperti Israel," ucapnya.

Ia terus mengataka guna mengusung dua isu tersebut disamping isu-isu negara lainnya ia berharap adanya sebuah lembaga permanen yang diprakarsai oleh negara-negara yang hadir untuk membicara secara serius atas kemanusiaan di Palestina.

"Penyelesain kemanusiaan melalui PBB atau OKI saya rasa sulit, namun apabila ada tempatnya dibuat dan diprakarsai oleh negara-negara yang memilik kepedulian atas perdamaian dunia serta keselamatan kemanusiaan, saya rasa sangat tepat dan strategis," ujarnya.

"Saya berharap semoga saja semua negara tetangga yang hadir dalam konferensi itu bisa lebih mementingkan kemanusiaan dari pada kepentingan indivisual dan kelompok," pungkasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement