REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Satu dari tiga warga Amerika yang ditahan di Korea Utara kembali membuat permohonan agar pemerintah AS membantunya menjelang persidangan yang kemungkinan akan berakhir dengan vonis hukuman penjara dalam tempo lama dan kerja paksa.
Dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan harian pro-Korut berbahasa Jepang Chosun Sinbo, Jeffrey Fowle mengatakan ia sangat khawatir akan bernasib sama dengan sesama tahanan warga AS yang sudah disidang dan dipenjara --Kenneth Bae dan Matthew Miller.
Fowle (56) masuk ke Korut pada April dan ditahan setelah ia meninggalkan sebuah Kitab Injil di kamar mandi sebuah klub malam di pelabuhan utara Chongjin.
Meskipun konstitusi Korut menyatakan kebebasan beragama, namun pada kenyataannya hal itu tidak terjadi dan kegiatan keagamaan sangat dibatasi untuk kelompok-kelompok yang diakui secara resmi terkait dengan pemerintah.
Pihak berwenang mengatakan Fowle akan disidang karena "memicu tindakan permusuhan" namun tanggal sidangnya belum ditetapkan.
Dalam wawancara pada Selasa dengan harian yang berbasis di Tokyo, Fowle tidak menjelaskan dakwaan terhadapnya namun mengakui bahwa hal itu "sudah disiapkan dengan rapi".
"Saya merasa sangat khawatir akan dihukum atas dakwaan itu begitu sidang dimulai," katanya.
"Saya harap pemerintah AS akan melakukan upaya konstruktif untuk membebaskan kami.
"Sebagai warga Amerika, saya tidak punya pilihan selain memohon bantuan pemerintah AS," katanya.
Permohonannya itu muncul dua minggu setelah Miller yang dihukum kerja paksa selama enam tahun oleh Mahkamah Agung Korut.
Lelaki berusia 24 tahun itu ditahan pada April setelah ia diduga menyobek visanya di imigrasi dan meminta suaka.
Tahanan ketiga, keturunan Korea-Amerika Kenneth Bae (42) ditahan pada November 2012 dan kemudian dihukum 15 tahun kerja paksa.
Bae dituduh menjadi militan Kristen dan didakwa berupaya menggulingkan rejim.
Ketiga lelaki tersebut sudah memohon pemerintah AS untuk membebaskan mereka dalam sejumlah wawancara --termasuk dengan media AS.
Washington mengecam penahanan tersebut yang disebutnya sebagai kasus jelas tingkah Pyongyang menggunakan tahanan sebagai sandera politik demi konsesi diplomatik.
Negara nuklir tersebut menginginkan dilakukannya kembali negosiasi enam-pihak yang terhenti, namun AS dan Korsel bersikeras bahwa Korut harus terlebih dulu Menunjukkan komitmennya terhadap pelucutan senjata nuklir.
Washington menawarkan akan mengirim delegasi untuk menegosiasikan pembebasan warga Amerika itu, namun Pyongyang menolaknya.
Menurut pengamat, Korut terus menolak kunjungan tokoh penting. Mantan presiden Jimmy Carter dan Bill Clinton di masa lalu pernah mengunjungi Pyongyang untuk pembebasan warga AS tersebut.