REPUBLIKA.CO.ID, BANGUI -- Pasukan penjaga perdamaian Prancis menewaskan hingga tujuh orang ketika mereka mencoba untuk mengendalikan bentrokan antara kelompok-kelompok bersenjata di kota Afrika Tengah Bambari yang telah menewaskan sedikitnya 16 orang, kata para pejabat Kamis.
Bambari telah menjadi benteng bagi pemberontak Seleka sebagian besar Muslim yang menguasai negara itu tahun lalu, dan dipaksa keluar dari kekuasaan pada Januari.
Tetapi faksi Seleka bentrok satu sama lain dan dengan sebagian besar milisi Kristen anti-Balaka serta suku bersenjata Fula dalam beberapa bulan terakhir.
Satu sumber polisi di Bambari mengatakan, "bentrokan itu pecah pada Rabu dan berlangsung sampai Kamis di Bambari".
"Jumlah korban sementara adalah 16 tewas dan beberapa luka-luka. Bisa jadi korban akan meningkat mengingat kekerasan serangan."
Tentara Prancis menewaskan "lima sampai tujuh" orang bersenjata ketika mereka mencoba untuk melakukan kekerasan di bawah kendali, kata seorang juru bicara di markas tentara di Paris menambahkan.
Kolonel Gilles Jaron mengatakan, pasukan penjaga perdamaian Prancis dan Afrika diserang oleh kelompok bersenjata dengan menggunakan roket peluncur granat.
"Kami membalas. Kami pikir kami membunuh lima sampai tujuh orang," katanya.
Dia mengatakan, kelompok bersenjata mundur tetapi menjarah kantor beberapa LSM, termasuk Palang Merah. Dia menambahkan bahwa ketenangan telah dipulihkan pada Kamis.
Wilayah ini masih sangat bergolak karena perpecahan di antara Seleka "antara cabang yang lebih besar dan lebih radikal dan lainnya yang lebih terbuka untuk berdialog keluar dari krisis," kata Jaron.
Kehadiran kelompok-kelompok bersenjata lainnya telah makin merumitkan situasi.
Bentrokan sengit terjadi di Bambari pada Juni dan Juli, meninggalkan lebih dari 100 orang tewas dan sedikitnya 200 terluka, sebagian besar warga sipil. Puluhan ribu melarikan diri.
Pada Agustus, 11 orang tewas ketika para pejuang anti-Balaka menyerang Kamp Fula di dekat Ngakobo, yang juga melihat wali kota setempat dibunuh pekan lalu.