REPUBLIKA.CO.ID, MAKENI-- Di sebuah kota di Sierra Leone, dinas kesehatan setempat tampaknya tak siap menghadapi epidemi ebola yang menyebar begitu cepat. Rumah sakit tempat merawat korban-korban terinfeksi lebih mirip disebut 'neraka', dibanding tempat penyembuhan.
"Mana Mayat?", para pekerja kesehatan kerap meneriakan kalimat tersebut sebelum menendang pintu bangsal isolasi di salah satu rumah sakit pemerintah di Makeni, Sierra Leone. Begitu pintu terbuka mereka telah menemukan mayat tepat dihadapan, seorang pria bertubuh kekar dengan tangan mengepal. Mayat tersebut telah tergeletak di lantai sepanjang malam.
Pasien lainnya biasanya tak berdata untuk memindahkan mayat. Perawat, beberapa ada yang menggunakan sarung tangan. Tapi sejumlah lain menggunakan pakaian sehari-hari, berkerumun di depan pintu. Cairan yang menggenang dari tubuh pasien tak jarang mengalir hingga ke ambang pintu.
Seorang pekerja menendang seorang pria lain yang tergeletak di lantai, untuk memastikan apakah ia masih hidup. Melihat kaki pasein masih bergerak, tim melanjutkan pemeriksaan ke pasien lain.
Di bangsal berikutnya, seorang gadis berusia empat tahun berbaring di lantai di atas genangan urinnya. Dari mulut gadis tersebut tampak darah keluar, sementara mulutnya terbuka. Mayat lain tergeletak di sudut bangsal, seorang wanita muda yang meninggal semalam.
Seorang anak kecil berdiri di sebuah pondok dekat situ, menyaksikan tim membawa mayat keluar bangsal. Sementara anak kecil lain tergeletak tak bergerak di samping ember hitam yang dipenuhi muntah. Petugas menyemprotkan gadis kecil di lantai dengan cairan klorin, sebelum mereka meninggalkan bangsal.
Saat epidemi ebola meluas di Afrika Barat, banyak negara dan badan-badan bantuan menjanjikan peningkatan bantuan. Tapi virus ini menyebar lebih cepat dibanding perealisasian janji-janji itu. Menyapu daerah-daerah terpencil yang tak siap menghadapi epidemi ini.
"Seluruh negara terpukul oleh sesuatu yang mereka tak siap hadapi," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kementerian Kesehatan Sierra Leonne Dr Amara Jambai, seperti dilansir The New York Times.
Senada dengan Jambai, direktur rumah sakit pemerintah setempat Dr Mohammed Bah mengatakan tak ada pelatihan untuk para staf kesehatan di sana. "Pelatihan hanya sebatas 'PowerPoint'," ungkapnya.
Padahal dalam beberapa pekan terakhir, dunia telah berjanji untuk meningkatkan respon terhadap epidemi ebola yang telah menyebar selama enam bulan. Amerika Serikat telah mengirimkan tim militer ke negara tetangga Liberia. Mereka merencanakan untuk membangun 18 pusat pengobatan dan menopang sistem kesehatan yang rusak di negara itu.
Sementara Inggris berjanji membangun rumah sakit lapangan di empat daerah perkotaan di Sierra Leone. Prancsi menjanjikan mendirikan pusat pengobatan dan laboratorium di Guinea. Sedangkan Cina telah mengirim sejumlah tenaga medis ke wilayah tersebut.
Tapi hanya sedikit bantuan yang mencapai kota Makeni. Orang mati, sakit parah, mereka yang muntah atau diare ditempatkan bersama pasien yang diduga terjangkit ebola. Bahkan tak ada laboratorium untuk menguji mereka.
Pasien di kota ini dirawat di tempat penampungan dengan perawatan minimal. Banyak pula dari mereka yang dirawat di ruang terbuka di sebuah pusat perawatan yang letaknya terpencil.