Jumat 03 Oct 2014 15:49 WIB

Di Parlemen, Muslimah Australia Jadi Warga Kelas Dua

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Agung Sasongko
Muslimah Australia bercadar
Foto: muslimvillage
Muslimah Australia bercadar

REPUBLIKA.CO.ID,  SYDNEY -- Australia kembali memberlakukan kebijakan kontroversial terhadap Muslimah Australia.

Muslimah yang mengenakan cadar ke Parlemen Federal akan dilarang menyaksikan proses sidang dari area khusus publik. Alih-alih, muslimah ini akan ditempatkan terpisah di ruang khusus berkaca.

"Tidak boleh ada yang diperlakukan seperti warga kelas dua. Setidaknya tidak di parlemen. Saya belum mendapati pendapat ahli atau analisis yang mengatakan burqa atau niqab mengancam keamanan," ujar komisioner diskriminasi ras Tim Soutphommasane kepada Fairfax Media, seperti dilaporkan Sydney Morning Herald, Kamis (2/10).

Kemarahan Soutphommasane  itu dipicu langkah keamanan baru yang diambil pemerintah. Aturan itu menetapkan perempuan yang memakai burqa atau niqab akan diarahkan ke tempat dimana publik bisa menyaksikan persidangan.

Lokasinya lebih tinggi dan kedap suara. Dari situ, mereka tidak terlihat atau terdengar oleh para anggota dewan.

"Seseorang dengan wajah tertutup akan masuk ke galeri Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Mereka akan duduk di galeri tertutup," ujar Department of Parliamentary Services dalam pernyataan resminya.

Dalam pernyataan itu disebutkan adalah  bijaksana untuk menerapkan lapisan tambahan kontrol keamanan. Galeri yang terbuat dari kaca dan tertutup itu umumnya digunakan oleh pelajar saat berkunjung. Sehingga pelajar tidak akan menggangu jalannya proses di parlemen.

"Salah satu alasan kunci untuk ini adalah karena terjadi insiden, seperti seseorang menyela dari galeri," kata Presiden Senat Stephen Parry kepada wartawan.

Soutphommasane menentang keputusan tersebut. Dia menekankan setiap Muslim harus mendapatkan hak yang sama.

"Muslim Australia harus diperlakukan adil dan diperlukan setara seperti masyarakat lainnya. Jika terdapat kekhawatiran atas keselamatan atau keamanan publik, setiap pengunjung harus diwajibkan melalui pemeriksaan saat akan memasuki parlemen," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement