Sabtu 04 Oct 2014 22:29 WIB

Gbla dan Kisah Sunat Perempuan

Khadija Gbla mendesak pemerintah lebih proaktif mengakhiri praktik sunat perempuan di Australia.
Foto: abc news
Khadija Gbla mendesak pemerintah lebih proaktif mengakhiri praktik sunat perempuan di Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Salah satu tokoh yang banyak memberikan seminar mengenai dampak negatif dari sunat bagi anak perempuan Khadija Gbla berbagi kisahnya.

 

Gbla melarikan diri bersama keluarganya ke Australia dari perang yang membelah Sierra Leone 13 tahun lalu. Sekarang ia tinggal di Adelaide bersama suaminya. "Suatu hari ibu saya tiba di rumah dan mengajak saya untuk menjumpai kawan, tapi kemudian kami malah pergi ke semak-semak dimana di sana sudah menunggu seorang wanita tua . Ibu saya langsung merebahkan saya dan wanita tua itu memotongnya inci demi inci dengan menggunakan pisau berkarat- itu dilakukan dengan pelan-pelan dan sangat menyakitkan,” tutur Gbla.

 

"Saya harus hidup dengan kenyataan itu seumur hidup saya dan hingga kini sunat itu masih meninggalkan bekas luka di alat kelamin saya,” katanya.

 

"Sunat itu dilakukan tidak berdasarkan keinginan saya,” ujarnya baru-baru ini.

 

Menurut GBLa ada banyak anak perempuan di Australia yang disunat kelaminnya. "Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan perlu dilakukan dengan proses dialog kalau praktik ini tidak baik dan meskipun banyak terjadi dikalangan perempuan pengungsi namun pemerintah perlu bertindak proaktif dan tidak hanya berlindung dibalik alasan ini budaya mereka,’ tegas Gbla.

Khadija Gbla pembicara dalam seminar dampak sunat pada perempuan mendesak pemerintah lebih proaktif mengakhir praktik sunat perempuan di Australia.Khadija Gbla pembicara dalam seminar dampak sunat pada perempuan mendesak pemerintah lebih proaktif mengakhir praktIk sunat perempuan di Australia.

 

Odette Tewfik dari Keluarga Berencana Queensland mengatakan banyak perempuan Queensland yang masih melanjutkan praktik sunat kepada anak perempuan mereka bukan berdasarkan kasih sayang. Tapi mereka yakin kalau sunat merupakan satu-satunya cara agar puterinya mendapatkan jodoh.

 

"Para wanita di negara yang mempraktekan sunat terhadap anak perempuan tidak mendorong anak-anaknya untuk bersekolah tinggi, sehingga pernikahan menjadi semacam satu-satunya masa depan bagi anak perempuan mereka dan diyakini kalangan pria di masyarakat mereka tidak mau mendekat kepada perempuan yang belum disunat,

 

"Perempuan yang tidak disunat dianggap sebagai pelacur."

 

Konsekwensi kesehatan dari praktik sunat bagi anak perempuan antara lain dapat memicu pendarahan, infeksi, kesulitan buang air kecil dan menstruasi serta infeksi kandung kemih. Sementara dampak jangka panjangnya adalah memicu trauma emosi, kesulitan melakukan hubungan seksual dan melahirkan serta gangguan masalah kesuburan rahim.

 

Data dari otoritas kesehatan Queensland menunjukan dalam lima tahun terakhir ada lebih dari 250 orang perempuan di rumah sakit yang alat kelaminnya dipotong mengalami masalah dalam kehamilan dan kelahiran mereka. Kebanyakan dari wanita yang dimutilasi alat kelaminnya berasal dari Sudan dan Somalia.

sumber : abc news
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement