REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sejumlah media di Cina mendesak warga di Hong Kong untuk memboikot gerakan demonstrasi Occupy Central. Mereka juga menuduh negara Barat telah memprovokasi gerakan tersebut.
Ratusan demonstran Occupy Central dan mahasiswa masih berada di jalanan melanjutkan aksinya setelah pemerintah memberikan tenggat waktu bagi para demonstran untuk membubarkan diri. Mereka meluapkan kemarahannya terhadap pemerintah yang berencana akan menyeleksi para kandidat kepala eksekutif Hong Kong.
Sejumlah surat kabar menyebutkan para demonstran di Hong Kong mulai menarik diri dari jalanan. China Daily Notes menggambarkan aksi ini sebagai aksi damai.
Media milik pemerintah pun menegaskan banyak warga di Hong Kong mendukung gerakan anti-Occupy Central yang juga dikenal sebagai kampanye Blue Ribbon. Menurut laporkan Xinhua seperti dilansir dari BBC, lebih dari ribuan pengemudi taksi di Hong Kong memprotes kampanye Occupy Central.
Sebuah artikel di website kantor berita itu mengingatkan warga Hong Kong, lingkungan harmonis sangat penting bagi masyarakat untuk mencapai kemakmuran. Mereka juga menyerukan warga untuk membentuk anti-Occupy Central.
"Hanya ketika warga memboikot Occupy Central, dan bersatu mendukung proses legal pemilu 2017, masyarakat Hong Kong akan kembali harmonis dan situasi stabil. Kemudian, perekonomian Hong Kong dapat membaik," tulisnya.
Sementara itu, Global Times' Chinese menyebutkan warga di Hong Kong melawan pergerakan Occupy Central. Website tersebut juga mencantumkan kutipan dari sejumlah komentar media luar negeri yang memperingatkan dampak ekonomi dari aksi ini.
Sejumlah media juga memberikan kritikan atas intervensi luar negeri di Hong Kong. Ahli komunikasi di Universitas Beijing mengatakan intervensi politik luar negeri mempengaruhi pergerakan ini.
Media di Hong Kong pun juga membahas masa depan kota tersebut karena demonstrasi tampaknya tak akan berakhir. Seorang komentator di Hong Kong menyatakan AS perlu memahami posisi Cina terhadap aksi protes ini.