REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Beijing pada Rabu (8/10) menolak kemungkinan Dalai Lama kembali ke Tibet, beberapa hari setelah pemimpin kerohanian dalam pengasingan itu menyiratkan telah berhubungan dengan pejabat Cina terkait perjalanan bersejarahnya.
"Posisi kami terhadap Dalai Lama jelas dan tetap," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hong Lei.
"Apa yang harus ia lakukan bukan kembali ke Tibet namun menghentikan posisi dan usahanya untuk memisahkan Cina," tambah dia, "Ini akan menjadi hal yang baik buat dia."
Dalai lama yang saat ini berusia 79 tahun, diasingkan dari Tibet sejak perjuangannya gagal dan ia melarikan diri pada 1959.
Sejak saat itu Beijing mengecamnya sebagai "separatis berbahaya". Namun peraih Nobel yang mundur dari panggung politik pada 2011 itu tetap bertahan bahwa ia hanya menginginkan otonomi lebih luas bagi kawasan Tibet di Cina.
Dalam wawancara dengan AFP di India utara pekan lalu, Dalai lama ditanya mengenai kemungkinan ia pulang ke tanah kelahirannya. Kontak-kontak telah dilakukan dengan personel Cina, katanya.
"Beberapa pejabat Cina, misalnya wakil sekretaris partai di wilayah otonomi Tibet, ia juga menyebutkan kemungkinan kunjungan saya," katanya.
"Ini belum final, belum, namun idenya ada," tambah dia saat perayaan menandai 25 tahun ia menerima Nobel Perdamaian.
Dalai Lama sudah lama mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi Wutai Shan, gunung di utara Cina yang merupakan tempat suci bagi penganut Buddha di negara itu. Komentar tersebut bukan merupakan sinyal terkuat mencairnya hubungan antara Beijing dan pemimpin spiritual itu.
Bulan lalu, sebuah blog tanpa nama yang nampak seperti laman milik pemerintah Tiongkok menyebutkan kembalinya Dalai Lama, sebelum postingan itu dihapus. Namun komentar dari Kemenlu Cina itu --yang tidak membenarkan atau membantah adanya kontak itu-- mengindikasikan bahwa Beijing masih mempertahankan sikap kerasnya terhadap biarawan itu.
Partai berkuasa Partai Komunis terus meningkatkan tekanan kepada pemerintahan asing untuk tidak melakukan pertemuan dengan atau memberikan visa kepada Dalai Lama atau mereka akan menghadapi risiko konsekuensi ekonomi.
Negara terakhir yang harus tunduk pada tekanan ini adalah Afrika Selatan, yang oleh Dalai Lama dituding telah melakukan tekanan dengan tidak memberikan visa untuk mneghadiri pertemuan puncak peraih Nobel di Cape Town. Pertemuan puncak tersebut kemudian dibatalkan.