Kamis 09 Oct 2014 14:24 WIB

Beda Pandangan, Pemerintah dan Demonstran Hongkong Sepakat Bertemu

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Winda Destiana Putri
Hongkong
Hongkong

REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG -- Pemerintah Hongkong dan pemimpin demonstrasi mahasiswa setuju melakukan pembicaraan, Jumat pekan ini. Namun, kedua pihak tampaknya masih belum menemukan kesamaan pandangan.

Dua pekan sejak aksi pendudukan kawasan bisnis, jumlah massa berkurang drastis menjadi sekitar ratusan orang di Admiralty, Causeway Bay dan Mong Kok. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah mahasiswa telah kehilangan nilai tawar terhadap pemerintah.

"Tidak banyak orang di sini. Namun, banyak orang di sini (sambil menunjuk tabletnya). Kami semua mengawasi. Jika hal buruk terjadi, kami akan kembali," ujar seorang mahasiswa Harry Lau (25 tahun), dikutip dari BBC, Kamis (9/10).

Banyak demonstran yang tersisa, seperti Lau, percaya pembicaraan tersebut penting meski pemerintah dan aktivi memiliki perbedaan pendapat. Lau mengatakan sedikit pembicaraan lebih baik daripada tidak sama sekali. Dia menambahkan harus ada dialog.

Namun, sulit untuk melihat bagaimana kedua pihak bisa mempersempit perbedaan mereka. Baik pemerintah Hongkong maupun Cina mengindikasikan pemilihan umum langsung tidak diizinkan sesuai dengan Undang-Undang Dasar.

Aturan tersebut menyatakan pemimpin eksekutif harus dipilih oleh komite perwakilan. Namun, aktivis mahasiswa ingin pemilihan umum 2017 diselenggarakan dengan demokratis secara penuh.

Meski kedua pihak setuju bertemu, aktivis mahasiswa sekarang menuduh pemerintah Hongkong mengesampingkan permintaan mereka dengan memfokuskan diri pada teknis hukum.

Berbicara pada Selasa malam, Lester Shum, wakil sekretaris jenderal Hong Kong Federation of Students (HKFS) mengatakan pemerintah ingin pembicaraan berfokus pada dua isu teknis, yakni dasar konstitusional untuk reformasi politik dan hukum yang mengatur pembangunan konstitusional.

Sedangkan mahasiswa, dilansir dari Voice of America, menuntut dua hal dalam pembicaraan. Pertama, perubahan konstitusi untuk mencegah intervensi Cina dalam pemilihan umum. Kedua, Menuntut pemimpin eksekutif Hongkong Leung Chun-ying mundur.

"HKFS kecewa dan marah dengan sudut pandang pemerintah. Karena, dengan mengajukan topik itu pemerintah telah menunjukkan ketidaktulusan dan menolak menghadapi masalah politik Hongkong saat ini.

Shum mengatakan mahasiswa setuju bertemu dengan pemerintah karena mereka ingin memberi otoritas kesempatan bernegosiasi untuk mengakhiri pendudukan tiga wilayah kunci di Hongkong.

"Kami berharap pemerintah berkomitmen memecahkan masalah politik dengan politik dan jangan coba-coba menipu rakyat Hongkong," ujar Shum menambahkan.

Di pusat perbelanjaan di distrik Mong Kok pada Rabu pagi puluhan pengunjuk rasa prodemokrasi menduduki jalan yang diblokade. Mereka mendirikan tenda dan payung. Polisi tampak berpatroli dengan berjalan kaki.

"Saya sebenarnya tidak begitu optismis. Tapi, saya pikir kami perlu bertahan karena sedikitnya kebebasan yang kami miliki. Jika kami tidak berbicara, kami tidak punya kesempatan lain," kata seorang pengunjuk rasa Dickson (18 tahun).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement