REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Merespons islamofobia dan meningkatnya praktik diskriminasi bagi muslimah yang berjilbab, perempuan Australia tak tinggal diam. Mereka menggelar kampanye solidaritas hijab bertajuk Women in Solidarity with Hijabs (WISH) dengan memanfaatkan media sosial facebook.
Teknisnya, para perempuan mengunggah foto mereka yang menggunakan jilbab ke media sosial untuk menunjukkan dukungan kepada muslimah Australia. Agar mereka tak gentar menghadapi berbagai kalangan yang berusaha menghambat hak muslimah untuk menjalankan syariat agama yang salah satunya dengan menutup aurat.
Hasilnya, kampanye yang berlangsung sejak 10 hari lalu telah memeroleh jempol para pengguna facebook dengan perolehan hampir 18 ribu likers. Hal tersebut sebagaimana dilaporkan ABC dalam websitenya. “Kampanye sangat penting, karena sebagai muslimah, kita tidak sendirian,” kata pengacara Australia yang menggaas kampanye, Mariam Veiszadeh.
Dikatakannya, kaum perempuan Australia pun mengapresiasi kampanye dan merasa senang dengan respons tersebut. Ia juga mengungkapkan, selama sembilan hari masa kampanye, telah diperoleh seratus gambar perempuan berhijab yang disebarkan di media sosial.
Gambar tersebut melibatkan beberapa tokoh terkenal, termasuk seorang reporter televise bernama Jessica Rowe yang bersedia bergabung mengkampanyekan solidaritas jilbab. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap beberapa kejadian mengerikan di mana kaum muslimah dilecehkan di jalan.
Bahkan kereta bayi yang dibawa seorang ibu berjilbab ditendang. Juga sejumlah teman yang sampai-sampai takut meninggalkan rumah.
“Setelah insiden tersebut dikabarkan ke banyak orang, responsnya sungguh luar biasa, para perempuan Australia ingin membantu,” katanya. Ia menegaskan, foto-foto yang diposting di media sosial tidak akan menyinggung umat Islam. Sebab utamanya, aksi tersebut bertujuan baik sebagai bentuk solidaritas untuk muslimah.
Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott menilai burqa bersifat “mengkonfrontasi”. Ia berharap pakaian itu tak dikenakan. Namun, kata Abbott, negara yang ia pimpin menjunjung kebebasan.
Dan itu bukan urusan pemerintah untuk menyuruh atau melarang memakai sesuatu. Atas pernyataan tersebut, Veiszadeh menyebut Tony Abbott mengeluarkan pernyataan yang tidak bertanggung jawab di tengah islamophobia yang masih terasa.