Sabtu 11 Oct 2014 05:10 WIB

Dalia Mogahed Ingin Banyak Muslim AS di Gedung Putih

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Julkifli Marbun
Dalia Mogahed
Foto: www.npr.org
Dalia Mogahed

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dalia Mogahed menempatkan dirinya dalam sorotan internasional ketika dia menjadi penasihat Presiden Amerika Serikat Barack Obama di bidang dunia Islam. Perempuan kelahiran Mesir tersebut adalah presiden dan direktur eksekutif Mogahed Consulting.

Berikut petikan wawancaranya dengan surat kabar An Nahar, dikutip dari Now, Jumat (10/10). (Baca: Alhamdulillah, Perempuan Berhijab Ini Jadi Penasihat Obama)

Mengapa Presiden Barack Obama menunjuk anda untuk bergabung dalam Dewan Antaragama Bidang Dunia Islam berfungsi menjembatani antara pemerintah federal dengan organisasi nonprofit?

Saya yakin saya ditunjuk karena riset yang saya pimpin di Gallup Center mengenai pendapat Muslim di dunia. Saya bukan bagian dari kampanye Obama atau aktif di Partai Demokrat. Saya dipilih berdasarkan pendidikan saya, bukan afiliasi politik.

Apa anda berpikir reputasi anda mendahului prestasi anda di Gedung Putih, karena anda adalah Muslim pertama dan berjilbab yang memegang posisi penting di pemerintahan Obama?

Ketenaran saya adalah misteri bagi saya. Posisi saya di Gedung Putih merupakan kehormatan besar, namun pengaruh saya tidak sebesar yang disampaikan media. Perempuan muda datang dan mengatakan pada saya bahwa saya menunjukkan kesuksesan bisa diraih dengan hijab atau tidak.

Bukankah tanggung jawabnya berat untuk memberitahu presiden Amerika mengenai opini dan cara berpikir seluruh komunitas Muslim?

Ya, tentu ini tanggung jawab yang besar, tapi saya tidak mengklaim berbicara untuk setiap Muslim! Saya hanya ingin menyampaikan apa yang dipikirkan Muslim dengan menggunakan riset survei ilmiah. Dengan alat tersebut, kita bisa mengetahui apa yang sebagian besar orang pikirkan dan rasakan, mendengar suaranya dan memahami mereka. Tugas saya menyampaikan informasi ini kepada dunia.

Anda mempelajari Teknik Kimia dan mendapatkan Master di Administrasi Bisnis. Bagaimana anda beralih dari dua bidang tersebut ke dunia riset?

Perjalanan karir saya menunjukkan anda tidak pernah tahu kemana hidup membawa anda. Saya memulai pekerjaan sebagai ahli teknik kimia, tapi saya kerap menulis mengenai Timur Tengah. Saya juga mendirikan organisasi untuk mengedukasi masyarakat di kawasan itu. Isu internasional selalu menjadi hasrat saya.

Setelah lulus, saya bergabung dalam penelitian Procter & Gamble mengenai konsumen. Saya takjub bisa mempelajari pandangan orang-orang dan mengubahnya menjadi gagasan produk. Saya lantas bergabung dengan Gallup Center. Saat ada proyek riset di seluruh dunia, saya meminta direktur membangun sebuah pusat penelitian Muslim.

Anda menulis bersama profesor John Esposito dalam buku Who Speaks for Islam? What a Billion Muslims Really Think. Apa yang sebenarnya mereka pikirkan?

Siapa yang berbicara untuk Islam? Miliaran Muslim. Gagasan buku itu adalah memberi orang biasa kesempatan menyuarakan pendapatnya kepada dunia, daripada membiarkan ekstremis yang berbicara. Tentu saja miliaran Muslim tidak berpikir yang sama. Namun, sebagian besar Muslim yang diteliti menunjukkan demikian. Muslim di dunia mendukung demokrasi, keadilan gender dan menolak kekerasan terhadap warga sipil. Kemarahan mereka terhadap AS disebabkan kebijakan AS, bukan prinsip.

Menurut anda, apa yang membuat Obama yang bukan Muslim mempekerjakan Muslim di Gedung Putih?

Pertanyaannya seharusnya mengapa presiden tidak memiliki lebih banyak Muslim di Gedung Putih dan pada posisi senior? Muslim Amerika adalah warga negara yang berkontribusi dan harus diwakili dalam proses pengambilan keputusan sama seperti kelompok lain.

Apa capaian terbesar Obama terkait dialog antaragama?

Saya pikir pencapaian terpenting Obama adalah mengarahkan hubungan Muslim-Barat menjauh dari agama dan menjadikannya arena politik. 

Terkait meningkatnya Islamophobia di AS, studi menunjukkan penganut baru Islam juga melonjak. Bagaimana anda menjelaskan kontradiksi ini?

Saya sebenarnay tidak melihat kontradiksi. Islamophobia membuat orang penasaran terhadap Islam. Saat mereka mempelajarinya mereka menemukan kebenaran yang mengisi kekosongan jiwa mereka.

Sebagai perempuan berhijab, situasi tersulit apa yang pernah anda hadapi di AS?

Saat yang paling sulit bagi saya adalah setelah serangan 11 September, ketika masyarakat takut dan tidak yakin dengan masa depan. Tapi, alhamdulillah, saya terkejut dengan banyaknya dukungan dan solidaritas.

Sejumlah besar imigran Muslim mengambil keuntungan dari ekonomi, kesejahteraan dan penghidupan di negara maju. Namun, mereka mengkritik masyarakat ini. Apakah Anda tidak melihat semacam "skizofrenia" dalam perilaku mereka?

Saya pikir ini bukan kepribadian ganda. Menurut saya, ada positif dan negatif di setiap negara. Dan, kita tidak perlu mencintai atau membenci semua agar konsisten. Saya percaya penting untuk mengambil nilai sendiri dan mengevaluasinya. Tidak peduli dari mana nilai itu berasal. Peradaban Islam ditolak hanya karena ia asing. Setiap gagasan harus dievaluasi berdasarkan manfaatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement