REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Australia akan mengetatkan aturan visa bagi pemuka agama (pengkhotbah) yang memiliki ideologi ekstrim. Pemuka agama seperti itu dilarang masuk ke negari Kanguru tersebut.
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengatakan, pihaknya akan memerketat aturan visa. Dengan demikian para pemuka agama yang memiliki ideologi ekstrim tidak bisa masuk ke negara tersebut. Pihaknya juga akan mengamandemen Undang-undang hukum yang ada mengenai agama ekstrim.
"Upaya ini, sebagai langkah memerangi terorisme yang bisa saja masuk ke Australia," ujar Abbott dikutip BBC News, Senin (13/10).
Abbott mengaku, dengan adanya aturan pengetatan ini, akan membuat negaranya lebih mudah melarang kelompok-kelompok ekstremis hidup di negara ini. Dengan begitu, Australia telah siaga tinggi untuk serangan teroris dan telah melakukan penggerebekan anti-teror dalam beberapa pekan terakhir.
"Kami juga telah koalisi dengan pimpinan AS untuk melawan Negara Islam (ISIS) di Irak," ujarnya.
Saat ini, Australia telah memiliki Undang-undang yang memungkinkan untuk menolak visa untuk warga yang memiliki catatan kriminal yang cukup besar. Kemudian, bagi mereka yang tidak berkelakuan baik. Atau cenderung menghasut untuk menimbuljan perselisihan. Serta, hal-hal yang membahayakan.
"Ke depan, akan diterapkan juga red card system untuk menyaring, mengidentifikasi, dan menolak visa bagi warga tertentu," ujarnya.
Menurutnya, selama bertahun-tahun sudah ada segala macam penduduk dunia yang datang ke negara ini. Sehingga, menimbulkan berbagai gangguan. Termasuk, upaya membangkitkan Australia melawan Australia.
"Karena itu, kami akan lebih selektif lagi dalam memberikan visa kepada para pemuka agama," jelasnya.