REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sekjen PBB Ban Ki-moon mengunjungi Gaza untuk memberikan dorongan dalam upaya rekonstruksi internasional setelah invasi yang dilakukan Israel k jalur Gaza. Israel juga telah mengizinkan pengiriman pertama bahan konstruksi untuk memasuki jalur pantai, sejak pertempuran berakhir Agustus lalu.
Kunjungan Ban Ki-moon seiring datangnya bahan bangunan yang telah lama ditunggu-tunggu, memberi warga Gaza secercah harapan. Sebelumnya perang 50 hari di Gaza telah meratakan seluruh daerah pemukiman dan membuat puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggalnya.
"Saya di sini dengan hati yang sangat berat," kata Ban pada wartawan setelah tur keliling reruntuhan.
Serangan brutal Israel ke wilayah Gaza ini telah menewaskan lebih dari 2100 orang Palestina, sebagian besar merupakan warga sipil. Sementara di pihak Israel hanya 72 orang yang meregang nyawa sia-sia, mereka mayoritas serdadu Israel.
Ban mengatakan, kerusakan yang terjadi di Gaza ini ternyata jauh lebih serius dari apa yang disaksikan di Palestina pada 2009. Ban meminta agar para pejabat Israel dan Palestina bisa segera mengatasi konflik berkepanjangan ini.
Dua bulan setelah perang berakhir pembatasan barang masuk ke Palestina masih terjadi di beberapa tempat. Tapi Israel telah menyetujui sistem monitoring oleh PBB, yang memungkinkan masuknya bahan bangunan. Sementara masyarakat internasional telah menjanjikan bantuan senilai 2,7 miliar dolar untuk rekonstruksi Gaza.
Sebagai tanda tumbuhnya dukungan internasional untuk rakyat Palestina, Ban bertemu dengan para menteri dari pemerintah persatuan Palestina yang baru. Israel sebelumnya telah mengecam pemerintah persatuan Palestina, namun negara Barat mengisyaratkan kesediaan mereka bekerja sama.
Ban juga mengunjungi masyarakat Israel di wilayah selatan yang terkena imbas Perang Gaza. Ban sempat menghibur sebuah keluarga, di mana anaknya berusia 4 tahun tewas akibat perang. Militer juga mengajak Ban tur ke salah satu terwongan di bawah tanah yang dibangun Hamas.
"Saya sangat terkejut dan khawatir dengan terowongan bawah tanah. Harusnya tak ada yang hidup di bawah ancaman atau ketakutan akan roket atau terowongan bawah tanah," katanya.