REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Perusahaan farmasi Cina, yang memiliki ikatan dengan militer, mengirimkan obat percobaan Ebola ke Afrika untuk digunakan pekerja kemanusiaan Cina.
Perusahaan tersebut juga merencanakan uji klinis untuk mengatasi wabah penyakit mematikan itu, kata pejabat di perusahaan tersebut kepada Reuters, Kamis.
Sihuan Pharmaceutical Holdings Group Ltd telah memasok beberapa ribu dosis obat JK-05 ke kawasan itu, kata kepala bagian operasi Jia Zhongxin. Jika diperlukan, akan dikirimkan lebih banyak dosis obat lagi, kata Jia.
Wabah Ebola di Afrika Barat yang merupakan wabah terburuk dalam catatan sejarah telah menewaskan lebih dari 4 ribu orang.
Pemerintah dan perusahaan obat di seluruh dunia berlomba-lomba menemukan pengobatan untuk penyakit yang telah menyebar hingga AS dan Eropa itu.
Presiden AS Barack Obama berjanji untuk lebih agresif dalam melawan penyakit ini.
"Pekerja kemanusiaan sudah mendapatkan obat itu, dan jika ada kasus muncul (di kalangan pekerka kemanusiaan), maka obat itu bisa digunakan," kata Huo Caixia, asisten general manager Sihuan.
Sihuan yang sebagian dimiliki oleh bank investasi AS Morgan Stanley berharap agar obat itu bisa segera digunakan untuk warga sipil di Cina.
Perusahaan telah menandatangani perjanjian dengan sebuah unit riset Akademi Ilmu Kedokteran Militer (AMMS), untuk mendapatkan izin penggunaan obat itu di Cina dan menjualnya di pasar.
Obat yang hanya mendapat persetujuan untuk digunakan dalam situasi darurat di kalangan militer saja itu sebelumnya dikembangkan oleh AMMS.
Jika terbukti efektif menyembuhkan Ebola, obat itu akan menjadi hadiah besar bagi sektor medis Cina dan mendukung kekuatan negara itu di Afrika, partner yang semakin penting bagi perekonomian kedua terbesar dunia itu.
Sihuan mengaku sebagai produsen obat terbesar ketiga di Cina. Awalnya perusahaan itu merupakan unit ilmiah militer, yang pada 2001 berubah bentuknya menjadi seperti saat ini.
Perusahaan itu tengah mempersiapkan uji klinis di Afrika dan akan mengujikannya pada pasien Ebola asal Afrika, kata Huo. Sejauh ini belum ada warga Cina yang terinfeksi.
"Saat ini kami memformulasikan rencana untuk uji klinis, dan tidak mengesampingkan kemungkinan menggunakan pasien Afrika," katanya dan menambahkan bahwa setiap wabah Ebola di Asia atau Cina akan mempercepat keberadaan obat itu di pasar.
Ada sekitar sejuta warga Cina yang tinggal di Afrika, sekitar 10 ribu diantaranya berada di negara-negara terinfeksi Ebola yaitu Sierra Leone, Guinea dan Liberia.
Cina telah mengirimkan ratusan pekerja bantuan ke Afrika untuk membantu mengatasi wabah Ebola serta bantuan medis senilai lebih dari 35 juta dolar AS ke negara-negara yang paling parah terinfeksi.
Militer Cina juga memberikan lampu hijau kepada Sihuan untuk memproduksi pasokan darurat obat tersebut.
JK-05 belum pernah digunakan pada manusia, meskipun Sihuan mengatakan obat itu terbukti efektif dalam percobaan menggunakan tikus.
Perkembangan obat itu tertinggal dari obat produksi AS ZMapp dan TKM-Ebola yang telah diujikan pada monyet dan digunakan pada pasien Ebola.
Meski demikian, para pengamat mengatakan kemiripan obat itu dengan obat influenza Jepang Favipiravir merupakan pertanda baik.
Perusahaan Jepang Fujifilm Holdings Corp pekan lalu mengatakan pemerintah Prancis dan Guinea tengah mempertimbangkan uji klinis Favipiravir, yang dikembangkan oleh kelompok usaha Toyama Chemical Co, untuk mengobati pasien terinfeksi Ebola.