REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam kembali menjadi perdebatan di Barat, khususnya, terkait dengan eksistensi kelompok ISIS di Irak dan Suriah.
Di satu sisi, ada yang melihat Islam sebagai sumber segala masalah di Barat, namun ada juga melihatnya dengan sisi yang lebih jernih. (Baca: Media AS Serang Ben Affleck karena Bela Islam (1))
Seorang blogger di The Washington Post, Ishaan Thahoor, mengungkapkan kembali kepada publik Barat sisi lain Islam yang telah berjasa dalam membangun peradaban Barat sendiri.
Dia mengungkapkan pendapatnya itu dalam artikel When the West wanted Islam to curb Christian extremism. (Baca: Bela Islam, Ben Affleck Dapat Pujian dari Netizen)
Kata dia, di era Perang Dingin, Barat tidak sungkan bekerja sama dengan orang-orang Afghanistan yang beragama Islam untuk membendung pengaruh komunisme. (Baca: Ben Affleck: Bill Maher dan Sam Harris Rasis dan Kotor dalam Melihat Islam)
Selain itu tulis dia, tahun 1830 saat Inggris menjadi negara adi daya dunia, negara ini pernah menggunakan tangan orang-orang Islam di Turki, yang saat itu bernama Kekhalifahan Utsmaniyah, untuk mencegah Rusia berkembang mengimbangi Inggris.
Saat itu Rusia dipandang oleh Inggris telah menjadi kekuatan Kristen ekstremis yang ingin menduduki Istanbul. Invasi ini diklaim Rusia sebagai perjuangan keagamaan untuk merebut kembali pusat Kristen Ortodoks itu.
Sementara itu, Inggris melihat hal itu sebagai ambisi Rusia untuk mempunyai akses ke laut Mediterania. Kalangan Kristen Non-Ortodoks melihat perang suci adalah sebaliknya.
"Baron Ponsonby, Duta Besar Inggris untuk Istanbul tahun 1830-an, memutuskan, bahwa menggagalkan ekspansi Rusia, adalah "Pekerjaan Kudus," tulisnya Kamis (16/10).
Perang kekuasaan antara dua kekuatan itu yang terselubung dalam kompetisi kaum Ortodoks Kristen versus Non-Ortodoks dengan menggunakan tangan Utsmaniyah, akhirnya pecah di Crimea tahun 1850. Inggris, Prancis dan Kekhalifahan Utsmaniyah mengeroyok Rusia.
Ishaan Thahoor berhenti sampai titik sejarah itu. Dia tidak bercerita bahwa saat negara adi daya sekarang ini, Amerika Serikat, ingin merdeka dari Inggris, para tokoh kemerdekaan AS pernah meminta batuan Maroko dalam perang melawan Inggris, yang saat itu penguasa Amerika.
Untuk memuluskan bantuan kepada AS, Sidi Muhammad bin ‘Abdullah, Raja Maroko saat itu mengakui kemerdekaan AS pada 20 Desember 1777. Pengakuan ini memungkinan kapal-kapal berbendera AS hilir mudik di lautan Maroko memasok suplai logistik. Maroko menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan AS.