Senin 20 Oct 2014 14:16 WIB

Demokrasi di Hong Kong Buntu

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Esthi Maharani
Polisi bentrok dengan pendemo di Hongkong
Foto: BBC
Polisi bentrok dengan pendemo di Hongkong

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Memasuki pekan keempat, aksi pendudukan menuntut demokrasi di Hong Kong tampaknya akan menemui jalan buntu. Pemerintah memiliki pilihan terbatas untuk mengakhiri krisis. Sedangkan demonstran kini tidak ragu berkonfrontasi dengan polisi.

Puluhan orang dilaporkan terluka, termasuk 22 polisi dalam bentrok dua malam yang dimulai, Jumat pekan lalu di Mong Kok. Sebanyak empat orang ditahan pada Ahad pagi, (19/10).

Pada Senin pagi, kondisi di Mong Kok tenang, meski puluhan pengunjuk rasa masih berada di jalanan. Harapan penyelesain krisis politik terburuk di Hong Kong terletak pada pembicaraan antara pemerintah dan mahasiswa pada Selasa.

"Kecuali ada semacam terobosan dalam pembicaraan, saya khawatir kita akan melihat keadaan yang makin buruk dan penuh kekerasan. Kita bisa memasuki tahap baru dan lebih problematis. Saya harap pemerintah bisa berkompromi karena situasi makin sulit sekarang," ujar seorang profesor di Hong Kong Institute of Education Sonny Lo, Senin (20/10).

Mahasiswa menuntut pemilihan umum yang bebas. Namun, Cina bersikeras untuk menyaring kandidat terlebih dulu. Pemimpin Eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying tidak bersedia berkompromi. Leung yang menolak mundur dari jabatannya mengatakan perlu lebih banyak waktu untuk mengakhiri unjuk rasa.

"Untuk mencapai solusi dan mengakhiri masalah, kita perlu waktu. Kami perlu waktu untuk bicara pada rakyat, terutama generasi muda. Saya ingin menyaksikan akhir yang damai dan bermakna," kata Leung kepada //ATV Television//, Ahad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement