Senin 20 Oct 2014 20:25 WIB

'Thailand Hanya Jarah Ikan-Ikan Kita'

Rep: C88/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ikan laut (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Ikan laut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Thailand menjadi negara yang mendominasi penjarahan ikan di perairan Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gellwyn Jusuf mengungkapkan sampai dengan saat ini di antara negara yang menanamkan modalnya di Indonesia, Thailand menjadi negara yang paling banyak mengambil ikan dari laut Indonesia.

"Melihat grafik yang nampak dari data ekspor ikan di Eropa, Thailand yang paling banyak ambil ikan dari Indonesia," ungkap Gellwyn Jakarta, Senin (20/10).

Namun demikian, Thailand adalah negara yang sangat sulit untuk diajak berunding. Gellwyn mengaku telah beberapa kali mewakili pemerintah Indonesia untuk membahas dan melakukan kerjasama dengan Thailand. Tetapi pihak Thailand selalu beralasan dan masih belum mau meneken kontrak untuk penangkapan ikan di Indonesia.

Menurut penuturan Gellwyn, banyak kapal dari Thailand yang menanamkan investasi di Indonesia. Akan tetapi setelah mendapatkan izin tangkap, mereka banyak menangkap ikan tapi tidak diketahui ke mana kapal-kapal ini berlabuh.

Setelah dilakukan penelusuran data penangkapan ikan yang ada di Eropa, grafik Thailand adalah yang paling tinggi. "Berarti Thailand hanya jarah ikan-ikan kita," tambahnya.

Menurut Gellwyn, pemerintah Indonesia berharap Thailand mau mengikuti jejak Cina. Tiongkok, lanjutnya, menanamkan modal dan menangkap ikan di Indonesia. Hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan Indonesia dan sekaligus membangun industri pengolahan. Sehingga, Indonesia mendapatkan nilai tambah karena semua proses dikerjakan di Indonesia.

"Tapi Thailand tidak seperti itu, mereka masih belum mau duduk bersama membahas kerjasama ini," jelas Gellwyn.

Oleh karenanya, terang Gellwyn, pemerintah akan menindak tegas bagi kapal-kapal yang melanggar aturan yang sudah ditentukan dalam UU Perikanan. Mulai dari pembekuan izin kapal selama 4-5 bulan untuk kapal di atas 100 Gross Tonage (GT) hingga pencabutan izin kapal.

Atas tindakan itu, kini sudah ada setidaknya 207 kapal yang sudah dibekukan izinnya yaitu dari Maluku, Ambon, dan Batam. Upaya ini dilakukan sebagai wujud tegas pemerintah terhadap kapal-kapal yang melanggar aturan. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut penataan dan agar pengusaha kapal tertib aturan.

"Aturan yang mereka langgar yaitu penggunaan ABK asing, perubahan penggunan alat tangkap, dan illegal unreported and unregulated (IUU) fishing," paparnya.

 

Berdasarkan data yang ada di KKP, kapal yang sudah mengantongi Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) ada sekitar 4.100 kapal terutama kapal-kapal besar di atas 100 GT dan 135 kapal secara administrasi masih dalam proses berjalan.

Gellwyn mengakui hingga saat ini  masih terdapat aturan yang tumpang tindih. Oleh karenanya pihaknya berharap pemerintahan baru dapat mengupayakan agar perizinan, khususnya untuk ijin kapal-kapal penangkapan ikan, dibuat satu pintu. Ini bertujuan untuk memudahkan dalam pemberian izin dan lebih mudah melakukan penindakan jika terjadi pelanggaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement