REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi, Senin, tiba di Teheran dalam kunjungan pertamanya ke Iran sejak menjabat setelah krisis, yang dipicu kemajuan kelompok garis keras Negara Islam (IS).
Televisi pemerintah Irak mengatakan, Abadi, yang negaranya dilanda IS, tiba tak lama sebelum tengah malam untuk melakukan pembicaraan dengan pejabat Iran, termasuk Presiden Hassan Rouhani, mengenai pertempuran, yang berlangsung, yang menarik Amerika Serikat dan serangan udara antarbangsa lain.
Pejuang IS, yang juga dikenal sebagai Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) menguasai kota hanya beberapa mil (kilometer) dari perbatasan Iran, dan republik Islam dilaporkan oleh para pejabat senior Kurdi telah mengerahkan tentaranya di dekat Irak.
Kunjungan Abadi dianggap penting setelah menyingkirkan Nuri al-Maliki Agustus lalu, perdana menteri Irak didukung Iran sejak tahun 2006 sampai peristiwa-peristiwa terjadi pada musim panas ini.
Angkatan bersenjata Maliki gagal dalam menghadapi gelombang serangan kilat para pejuang ISIS ke Irak dari Suriah, yang akhirnya mengakibatkan dia mundur dari jabatan tertinggi setelah Iran secara terbuka mendukung pencalonan Abadi sebagai perdana menteri.
Tidak ada jadwal yang telah disiarkan, tetapi kunjungan Abadi diperkirakan berlangsung satu hari saja.
Iran telah mendukung pemerintah Baghdad dalam menghadapi seluruh krisis dan tampil sebagai negara pertama yang mengirim senjata ke etnis Kurdi untuk melawan pejuang IS di Irak utara.
Mayor Jenderal Qassem Suleimani, kepala Pasukan elit Quds Iran, telah terlihat di Irak, di mana diyakini ia memainkan peran kunci dalam mengkoordinasikan operasi militer.
Sebagai tetangga Syiah, Iran dan Irak telah dekat sejak penjungkiran diktator Sunni Saddam Hussein dalam invasi pimpinan AS tahun 2003.
Berbicara sebelumnya di kota Najaf setelah pertemuan yang jarang terjadi dengan tokoh Syiah Irak yang paling dihormati, Ayatollah Ali al-Sistani, Abadi mengesampingkan intervensi serangan darat asing untuk membantu pasukan pemerintah Irak dalam merebut kembali wilayah yang dikuasai kelompok jihad dan mendesak Sunni menyerahkan harapan tersebut.
"Tidak ada pasukan darat dari satupun negara adidaya, koalisi internasional atau regional yang akan bertarung di sini," kata Abadi kepada wartawan, mengulangi komentar sebelumnya mengenai masalah itu.
"Ini adalah keputusan saya, itu adalah keputusan pemerintah Irak," katanya.
Beberapa pejabat dan pemimpin suku Sunni di kawasan yang paling terpengaruh oleh kerusuhan berpendapat dunia harus meningkatkan keterlibatannya dari serangan udara ke intervensi darat terhadap IS.
Televisi pemerintah Irak mengatakan itu adalah pertama kalinya dalam empat tahun bahwa Sistani telah bertemu dengan pejabat tinggi pemerintah Irak.