REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Gereja Katolik di Sri Lanka pada Selasa meminta pemerintah memperjelas rencananya mengadakan pemilihan dini untuk presiden, di tengah kekhawatiran bahwa pemiliha umum itu menggagalkan rencana kunjungan Paus.
Sri Lanka belum mengumumkan tanggal pemilihan umum, tapi menteri penerangan pada Senin (20/10) menyatakan pemungutan suara akan diadakan pada Januari, ketika Paus Fransiskus berkunjung.
Gereja itu sebelumnya menyatakan "tidak pantas" Paus mengunjungi negara mana pun pada saat pemilihan umum.
"Kami belum memutuskan apa pun," kata juru bicara gereja, Cyril Gamini Fernando, kepada AFP, "Para uskup akan bertemu untuk membicarakannya."
Sumber resmi menyatakan pejabat Gereja meminta pemerintah memperjelas pengumuman Menteri Penerangan Keheliya Rambukwella pada Senin bahwa Presiden Mahinda Rajapakse akan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada pemilihan umum pada Januari.
Pemilihan dini diperkirakan berlangsung, tapi pengumuman pada Senin itu adalam kepastian pertama bahwa Rajapakse mencari amanat baru setelah melepaskan batas dua masa bakti di kepresidenan segera sesudah terpilih kembali pada 2010.
Sumber resmi menyatakan 7, 8 dan 9 Januari secara perbintangan dianggap menguntungkan Rajapakse dan pemungutan suara dapat dilaksanakan pada salah satu dari tiga hari tersebut.
Rajapakse mendapatkan ketenaran di kalangan sebagian besar masyarakat Sinhala Srilanka dengan menghancurkan pemberontakan Tamil pada Mei 2009 dan mengakhiri 37 tahun perang panjang Tamil.
Tapi, ketenaran partainya anjlok dalam beberapa bulan belakangan dan jumlah suaranya turun lebih dari 20 persen dalam pemilihan umum daerah pada September.
Katolik Roma mencapai sekitar enam persen dari jumlah penduduk Srilanka, yang sebagian besar penganut Buddha.
Tentara Sri Lanka melarang warga asing mengunjungi daerah bekas perang dalam lawatan Presiden Mahinda Rajapakse ke daerah itu, kata pejabat dan sumber diplomatik.
Warga asing dikembalikan ke Omanthai, pintu masuk -yang diawasi tentara- ke provinsi Utara, tempat presiden itu berkunjung, kata sumber diplomatik.
Pejabat tentara menyatakan pelarangan kunjungan itu diberlakukan untuk "kepentingan negara". Polisi menyatakan tidak berperan mengembalikan warga asing ke Omanthai.