Rabu 22 Oct 2014 12:56 WIB

Pejabat Malaysia Terduga Pemerkosa akan Diadili di Selandia Baru

Rep: Antara/ Red: Indah Wulandari
Pemerkosaan/ilustrasi
Foto: Antara
Pemerkosaan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,WELLINGTON--Seorang atase militer Malaysia, yang memicu kemarahan warga Selandia Baru karena memakai kekebalan diplomatik untuk melarikan diri dari tuntutan tindak pelecehan seksual, dipanggil kembali ke Wellington, Selandia Baru untuk diadili, Sabtu (25/10) mendatang.

Muhammad Rizalman Ismail dituduh menguntit Tanya Billingsley. Ia dituduh melakukan percobaan perkosaan pada perempuan berusia 21 tahun itu di pinggiran kota Wellington, area yang sama di mana Komisioner Tinggi Malaysia itu tinggal.

Kasus serangan itu terjadi pada 9 Mei lalu, dan polisi menuntut Ismail atas dugaan dua pelanggaran dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun.

Namun, Ismail menggunakan kekebalan diplomatiknya dan melarikan diri ke Malaysia. Kasus itu menyebabkan kegemparan di Selandia Baru ketika dipublikasikan, dan pemerintah Malaysia kemudian berjanji untuk mengekstradisi Ismail.

Media Fairfax New Zealand, mengutip sumber-sumber resmi yang tak disebutkan namanya, bahwa Ismail akan kembali ke Wellington di bawah pengawalan polisi pada Sabtu pagi, dan langsung dibawa ke pengadilan untuk menghadapi tuntutan.

Sementara itu, Polisi dan Kementerian Luar Negeri Selandia Baru menolak untuk mengonfirmasi kedatangan diplomat Malaysia itu, yang dilaporkan sedang menjalani pemeriksaan oleh psikiater di sebuah rumah sakit militer sejak kembali ke Malaysia pada 22 Mei.

Billingsley, yang diduga menjadi korban dalam kasus itu, melepaskan hak anonimitas yang diberikan kepada korban dalam kasus-kasus pelecehan seksual dalam tata hukum Selandia Baru.

Wanita itu melakukan hal tersebut untuk mengekspresikan rasa frustrasinya terhadap cara penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa dirinya.

Billingsley mengatakan dalam sebuah wawancara di televisi pada Juli bahwa para pejabat Selandia Baru tampaknya lebih peduli untuk meredam masalah itu dan menghindari insiden diplomatik, daripada memastikan keadilan ditegakkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement