Jumat 24 Oct 2014 15:51 WIB

Pelaku Penembak Polisi Kanada Pengguna Obat-obatan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Joko Sadewo
Penembakan. Ilustrasi.
Foto: rawstory.com
Penembakan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Ibu Kota Kanada kini dalam situasi menegang. Keamanan di wilayah itu pun semakin diperketat menyusul insiden penembakan seorang tentara oleh seorang pria bersenjata di gedung parlemen.

Sementara itu, kepolisian masih mencari bukti pelaku tersebut telah merencanakan aksi serangannya. Michael Zehaf-Bibeau (32) merupakan warga Kanada dengan catatan kriminal penggunaan obat-obatan. Ia pun diduga telah berubah menjadi radikal dan baru-baru ini mengajukan permintaan paspor untuk pergi ke Suriah.

Kepolisian mengatakan, ia tak memiliki jaringan dengan Martin Rouleau (25). Rouleau adalah pria yang dua hari sebelumnya menabrak dua tentara Kanada dan menewaskan salah satunya di Quebec. Kedua pria tersebut akhirnya ditembak mati oleh aparat keamanan.

Komisioner Royal Canadian Mounted Police (RCMP) Bob Paulson mengatakan para penyelidik menghubungkan Zehaf-Bibeau dengan seseorang yang memiliki jaringan teroris. "Penyelidikan masih berlangsung dan akan segera diketahui apakah Zehaf-Bibeau mendapatkan dukungan dalam rencana serangan ini," kata Paulson.

Ia lahir di Montreal dan tinggal di Calgary serta Vancouver. Ia mengunjungi Ottawa pada 2 Oktober untuk mendapatkan paspor. Menurut Paulson, ia ingin pergi ke Suriah namun karena pengurusan paspor yang tak kunjung selesai, ia pun merasa frustasi.

Penyelidikan yang dilakukan oleh RCMP tak menunjukan adanya bukti kriminalitas terhadap keamanan nasional meskipun ia memiliki catatan kriminal penggunaan obat-obatan, kekerasan, dan kriminalitas lainnya. Zehaf-Bibeau juga tak termasuk dalam daftar 93 wisatawan yang membahayakan.

Serangan ini terjadi saat Kanada mengirimkan enam pesawat perangnya ke Timur Tengah mendukung koalisi AS melawan ISIS. Perdana Menteri Stephen Harper mengatakan serangan ini hanya akan memperkuat keamanan Kanada terhadap kelompok teroris.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement