Senin 03 Nov 2014 17:00 WIB

Sekjen PBB tak Setujui Aturan Karantina Paramedis Ebola

Rep: c 01/ Red: Indah Wulandari
Orang mengantre di imigrasi yang berdampingan dengan papan yang memaparkan ebola di sebuah terminal bus di Meksiko.
Foto: Reuters
Orang mengantre di imigrasi yang berdampingan dengan papan yang memaparkan ebola di sebuah terminal bus di Meksiko.

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK—Sekjen PBB Ban Ki-moon tidak setuju terhadap perilaku diskriminasi terhadap petugas kesehatan yang baru kembali dari upaya pencegahan Ebola di Afrika Barat.

“Aturan karantina yang ketat menghambat upaya bantuan ketika banyak petugas medis dibutuhkan dalam rangka mengatasi krisis Ebola,” urai Ban Ki-moon, Senin (3/11).

Ia juga menyebutkan bahwa World Health Organization (WHO) dan para peneliti di seluruh dunia tengah berupaya untuk menciptakan vaksin bagi Ebola. Tujuan utama PBB, ujarnya, menghentikan virus, menemukan pengobatan, dan mencegah penyebaran Ebola.

Relawan medis dari Doctors Without Borders (MSF) sebelumnya  memperingatkan bahwa beberapa tindakan karantina wajib untuk paramedic Ebola di AS bisa menimbulkan efek psikologis.

“Ada peningkatan kegelisahan dan kebingungan di antara para anggota staf di lapangan mengenai apa yang mungkin akan mereka hadapi ketika mereka pulang, setelah menyelesaikan tugas mereka di Afrika Barat,” ujar Direktur Eksekutif Sophie Delaunay.

Salah satu sukarelawan medis menentang perintah dari Negara Bagian Maine untuk tetap dikarantina di rumah, sepulangnya dari Sierra Leone. Sang perawat, Kaci Hickox, yang baru saja kembali ke Amerika setelah mengobati pasien-pasien Ebola di Afrika, menyatakan bahwa tindakan tersebut melanggar hak azasinya karena ia tidak terjangkit virus.

Terkait hal ini, Presiden Amerika Barack Obama juga sudah memperingatkan, bahwasannya perlakuan-perlakuan yang terlalu ketat dapat mengecilkan semangat para pekerja medis untuk menjadi relawan di Afrika Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement