REPUBLIKA.CO.ID, KOTA GAZA -- Persetujuan Pemerintah Israel bagi pembangunan 500 rumah baru di Jerusalem adalah tantangan nyata buat Amerika Serikat, kata seorang pejabat senior Palestina pada Senin (3/11).
Nabil Abu Rudeinah, Juru Bicara bagi Presiden Palestina, mengatakan dalam satu pernyataan pers resmi bahwa keputusan Pemerintah Israel untuk memperluas permukiman Yahudi dipandang sebagai tantangan langsung terhadap Pemerintah Amerika.
Pengesahan tersebut dilakukan ketika satu delegasi pejabat senior Palestina yang dipimpin oleh Kepala Perunding Palestina Saeb Erekat berada di Washington.
Delegasi Palestina itu, yang berangkat pada Ahad (2/11) ke Amerika Serikat, mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan pejabat lain Amerika mengenai dihidupkannya kembali proses perdamaian yang macet dengan Israel di Timur Tengah.
"Sementara delegasi tersebut berusaha menciptakan suasana baru bagi dilanjutkannya proses perdamaian penting, Israel menyetujui pembangunan rumah baru di Jerusalem," kata Abu Rudeinah, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa (4/11) pagi.
Ia menambahkan keputusan Israel adalah "reaksi" atas meningkatnya pengakuan internasional bagi Negara Palestina dan terhadap keputusan Palestina untuk pergi ke Dewan Keamanan PBB guna memperoleh hak sah rakyat Palestina.
Sementara itu, Abu Rudeinah memperingatkan mengenai upaya ekstremis Yahudi untuk menyerbu Masjid Al-Aqsha. Ia menambahkan, "Tindakan semacam itu tentu saja akan memancing emosi dan perasaan rakyat."
Pada Ahad, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada anggota kabinetnya bahwa pemerintahnya berusaha "menenangkan" situasi di Jerusalem, terutama di Kota Tua.
Abu Rudeineh mengatakan di dalam satu pernyataan meskipun Israel berusaha menenangkan situasi di Jerusalem, upaya untuk menyerbu Masjid Al-Aqsha masih tinggi dan tak memperlihatkan tanda akan padam.
Pada Rabu (29/10), Kepala Urusan Politik PBB mengatakan rencana permukiman baru Israel di Jerusalem Timur mengancam kelangsungan hidup negara masa depan Palestina, dan mendesak dilakukannya perundingan berarti ke arah sasaran penyelesaian dua-negara.
Saat memberi penjelasan kepada Dewan Keamanan mengenai situasi di Jerusalem, Jeffrey Feltman, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Politik, mengakui ketegangan tinggi baru-baru ini mengenai tindakan sepihak, provokasi dan pembatasan akses ke tempat suci di Jerusalem menambah para situasi yang mudah bergolak.
Pertemuan darurat pada Rabu diadakan atas permintaan Jordania, setelah ketegangan merebak lagi antara orang Arab dan Yahudi sehubungan dengan pengumumkan Israel pada Senin (27/10) untuk membangun sebanyak 1.000 rumah bari di wilayah pendudukan Jerusalem Timur.
Perkembangan tersebut terjadi setelah keputusan Israel pada akhir September untuk mempercepat kemajuan pembangunan sebanyak 2.600 unit tempat tinggal di Givat Hamatos, yang juga berada di Jerusalem Timur. Dalam waktu sekitar satu pekan Israel telah dua kali mengumumkan pembangunan rumah baru.