REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai TKI di Hong Kong, Sumarti Ningsih (25 tahun) menjadi korban keganasan seorang bankir asal Inggris bernama Rurik George Caton Jutting.
Sumarti awalnya hanya berniat mengadu nasib di negeri orang, namun harus berakhir tragis di tangan seorang psikopat. ROLers, berikut adalah 5 fakta tentang kasus mutilasi WNI di Hong Kong.
1. Berdasarkan informasi Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), pada 2013, kontrak kerja Sumarti sebagai TKI sejak 2011 di bawah perusahaan penyalur jasa tenaga kerja PT Arafah Bintang Perkasa berakhir.
Sumarti ternyata berangkat kembali ke Hong Kong, namun tidak menggunakan paspor khusus TKI, melainkan paspor turis yang hanya berlaku satu bulan dan habis pada 3 November 2014.
2. Setelah kontrak kerjanya di Hong Kong berakhir dan pulang ke kampung halamannya di Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah, Sumarti memilih untuk kursus di Doperspinners, Yogyakarta untuk menjadi Disk Jockey (DJ) selama lima bulan. Sumarti lulus dengan mendapatkan sertifikat Basic DJ Mixing Course dengan nilai baik.
3. Mayat Sumarti ditemukan bersama dengan korban keganasan Jutting lainnya, Jesse Lorena Ruri. Jesse diduga bersama dengan Jutting di New Makati Pub & Disco, klub malam remang-remang di distrik lampu merah Wan Chai. Mereka awalnya ingin mengadakan pesta Hallowen.
4. Jasad Sumarti ditemukan terbungkus karpet di dalam koper di balkon apartemen Jutting di Wan Chai yang harga sewanya per bulan bisa mencapai Rp 58 juta.
Asisten Komandan Kepolisian Wan Chai, Wan Siu Hung menyebutkan bahwa mayat mutilasi yang ditemukan di koper itu kemungkinan sudah meninggal cukup lama. Melihat kondisi mayatm mereka menduga kuat bahwa mayat itu sudah ada di apartemen selama lima hari lamanya.
5. Ayah Sumarti, Ahmad Kaliman mengaku mendapatkan firasat bahwa anaknya meninggal. Pada Sabtu (1/11), Ahmad bermimpi melihat pesawat di depan rumahnya. Namun, dia tak melihat anaknya sama sekali turun dari pesawat.