Rabu 05 Nov 2014 10:10 WIB

Kampanye Antipornografi, Aktivis Feminis Diancam Akan Diperkosa

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOOURNE -- Para aktivis di Perth dan Sydney menerima ancaman akan diperkosa dan sejumlah kekerasan setelah menggelar kampanye untuk hentikan kasus berbau seksis di internet.

Caitilin Roper, seorang aktivis feminis dari kelompok Collective Shout pernah membuat petisi online untuk mengecam Chad Evans, pemain sepakbola asal Wales.

Evan pernah dinyatakan bersalah atas kasus pemerkosaan dan petisi tersebut meminta agar klab-klab sepakbola tidak merekrutnya sebagai pemain.

Akun Twitter milik Caitlin pun langsung dibanjiri dengan komentar negatif yang mengarah pada makian dari para pendukung Evans. "Sampai ada akun Twitter yang fotonya menggunakan foto Twitter saya tapi memuat foto-foto porno," ujar Caitlin baru-baru ini.

Tetapi inspektur Rob Critchlow dari negara bagian New South Wales mengatakan tidak semua keluhan soal Twitter bisa diselidiki, karena beberapa diantaranya berasal dari negara-negara di luar Australia.

"Kita melakukan penilaian risiko terhadap semua yang masuk ke kita, terutama di jejaring sosial, karena semua orang bisa mengatakan banyak hal di jejaring sosial dengan sangat cepat tanpa niat untuk melakukan pelanggaran," jelas Critchlow.

Tetapi sejumlah aktivis perempuan di dunia menolak untuk diam saja dan tidak akan menutup akun jejaring sosial mereka.

Menurut pengamat jejaring sosial, yang juga jurnalis asal Australia Stillgherian, perempuan lebih sering alami cacian dan makian di jejaring sosial dibandingkan pria. Tetapi menurutnya juga banyak pengguna internet yang tidak realistis.

Sementara itu dosen media dari University of Technology Sydney, Jenna Price mengatakan sebaiknya para perempuan yang mendapat perlakuan kasar di dunia maya tidak hanya diam saja. Ia juga berpendapat sebaiknya ancaman yang didapatkan dari akun-akun jejaring sosial yang berasal dari luar negeri harus diselidiki.

"Saat kita membaca pesan-pesan semacam itu, maka bisa menyakitkan dan berdampak pada psikologis. Karenanya saya pikir membutuhkan sikap yang tegas dari polisi dan platform jejaring sosial itu sendiri.

Twitter Australia sendiri sudah memberikan pernyataan yang isinya akan menghentikan akun-akun yang dilaporkan telah memuat konten yang melanggar peraturan Twitter.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement