REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha siap mempertimbangkan pencabutan darurat militer di beberapa wilayah negara itu untuk membantu mendongkrak pariwisata dan ekonomi negara, kata wakil perdana menteri, Kamis (6/11).
Militer Thailand memberlakukan darurat militer secara nasional pada Mei, beberapa hari setelah merebut kekuasaan dalam kudeta, yang disebut langkah penting untuk mengakhiri unjuk rasa jalanan dengan kekerasan, yang berlangsung berbulan-bulan untuk menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Pelaku pariwisata berulangkali mendesak pemerintah mencabut darurat militer untuk mengembalikan citra negara tersebut sebagai tempat tujuan wisata yang aman, serta mendongkrak jumlah kedatangan pelancong yang pada September turun 7 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sektor pariwisata yang memberikan kontribusi hampir 10 persen dari ekonomi, mengalami penurunan terburuk pada Juni, sebulan setelah militer merebut kekuasaan.
Prayuth bulan lalu mengabaikan permintaan para pelaku pariwisata untuk mencabut darurat militer, dan menyebutkan bahayanya jika para pembuat masalah mengganggu upayanya mempromosikan rekonsiliasi politik.
Namun Wakil Perdana Menteri Wisanu Krue-ngam mengatakan kepada wartawan bahwa Perdana Menteri meninjau kembali sikapnya.
"Perdana Menteri siap mempertimbangkan untuk mencabut darurat militer di beberapa wilayah di negara ini," kata Wisanu.
"Kami mungkin bisa mencabut darurat militer di beberapa provinsi dan menggunakan hukum lain untuk mengendalikan situasi," katanya.
Wisanu tidak memberikan batas waktu kapan pencabutan itu akan dilakukan.
"Pemerintah akan mempertimbangkan ini pada saat yang tepat... untuk membantu perekonomian serta industri pariwisata," katanya.
Berdasarkan atas darurat militer, keamanan nasional berada di tangan militer dan mereka juga menyapu kursi kekuasaan. Militer juga melarang dilakukannya perkumpulan politik yang dihadiri oleh lebih dari lima orang.
Para jenderal berkuasa serta teknokrat yang mereka tunjuk berupaya memulihkan kembali perekonomian yang terguncang.
Kementerian Keuangan pada Oktober menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto 2014 dari 2 persen menjadi 1,4 persen, karena rendahnya ekspor. Kementerian juga menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB 2015 dari 5 persen menjadi 4,1 persen.
Gelombang unjuk rasa tersebut merupakan babak terbaru dalam gejolak yang telah berlangsung selama satu dekade, yang berakar dari pertentangan antara mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, saudara lelaki Yingluck dan para pendukungnya yang sebagian besar dari kawasan pedesaan, dengan pendukung kerajaan dan kelas menengah Bangkok.
Prayuth yang memimpin kudeta sebagai panglima militer, telah meluncurkan kampanye untuk rekonsiliasi nasional.
Ia juga berulangkali memperingatkan kelompok pembangkang untuk tidak turun ke jalan.