Jumat 07 Nov 2014 20:13 WIB

Pemimpin Protes Hong Kong Minta Pertemuan Resmi dengan Beijing

Polisi Hong Kong merubuhkan tenda pengunjuk rasa, Jumat subuh (17/10).
Foto: Reuters
Polisi Hong Kong merubuhkan tenda pengunjuk rasa, Jumat subuh (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin protes Hongkong mengajukan permintaan resmi, Jumat, untuk berbicara dengan Cina mengenai reformasi politik, dengan memohon politisi pendukung Beijing bertindak sebagai penengah.

Jumlah unjuk rasa meningkat sejak pawai massa menggerakkan puluhan ribu orang menuntut pemilihan bebas bagi pemimpin mendatang kota itu.

Pengunjuk rasa masih berada di persimpangan-persimpangan jalan yang penting dengan "suatu kota tenda" merebak ke pelosok markas angkatan laut utama.

Pembicaraan dengan pemerintah Hongkong yang tak membuahkan hasil dua pekan lalu telah mengarah pada kebuntuan dan para pemimpin protes sekarang ingin mengambil jalan pintas pemerintahan setempat yang tak populer.

Kelompok protes terkemuka Federasi Mahasiswa Hongkong (HKFS) menyerahkan sepucuk surat terbuka kepada mantan pemimpin kota itu Tung Chee-hwa yang memimta bantuannya mengatur satu pertemuan dengan para pejabat Beijing.

"Kami harap Tung dapat memperlihatkan kemurahan hati politik... dan membantu mengatur satu pertemuan antara mahasiswa dan pejabat-pejabat Cina apakah di Hongkong atau di Beijing sehingga kami dengan langsung dapat menyampaikan situasi di kota ini," demikian federasi tersebut dalam sepucuk surat yang disiarkan Jumat.

Pemerintah Hongkong "tidak memiliki kemampuan untuk menanggapi" tuntutan mahasiswa, kata HKFS, dengan menambahkan bahwa mereka berharap Tung dapat memberikan jawasan Ahad.

"Tung Chee-hwa adalah tokoh yang dihormati dari perspektif Beijing dan mantan kepala eksekutif Hongkong, jadi saya kira dia dalam posisi baik untuk memediasi," kata Sonny Lo, analis politik, kepada kantor berita AFP.

"Ada peluang di sini," katanya.

Kantor Tung belum memeberikan komentar segera.

Tung merupakan kepala eksekutif pertama Hongkong setelah Inggris menyerahkan kota itu ke Cina pada 1997 dan wakil ketua badan pemerintah Beijing yang prestisius, Konferensi Konsultatif Rakyat Cina.

Dia memberi sumbangan atas penanganan protes-protes pro demokrasi pada 2003 ketika 500.000 orang ikut serta dalam pawai menentang usul rancangan undang-undang keamanan nasional, yang memaksa pemerintahannya untuk menangguhkannya.

Inilah faktor kunci dalam pengunduran dirinya delapan belas bulan kemudian.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement