REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI-- Praktik aborsi terhadap janin perempuan merupakan sebuah epidemi yang menyebar di negara-negara, seperti India dan Cina hingga ke Eropa Timur. Kepala Bidang Gender Dana Populasi PBB (UNFPA) Luis Mora mengatakan penelitian selama beberapa tahun terakhir menemukan keinginan untuk memiliki anak laki-laki.
Selain itu karena kurangnya akses terhadap teknologi memainkan peran besardalam aborsi di kawasan Kaukasus. Kawasan tersebut berada di sepanjang perbatasan Eropa dan Asia di antara Laut Hitam dan Kaspia.
"Selama beberapa tahun, kami memfokuskan topik seleksi gender di India dan Cina. Tapi kami belajar hal itu tidak hanya terjadi di India dan Cina. Kami melihat bagaimana diskriminasi, pilihan atas gender dan isu terkait meluas ke negara-negara yang tidak terpikirkan, misalnya di Eropa Timur," ujar Mora dalam konferensi 2nd MenEngage Global Symposium, Senin (10/11).
Mora mengatakan tindakan pengguguran janin perempuan terjadi di negara yang sebelumnya tidak memiliki sejarah praktik itu. Contoh negara itu, antara lain Kosovo, Makedonia dan Albania. Mora menambahkan hal ini mengindikasikan diskriminasi gender merupakan epidemi jika dibandingkan dengan virus ebola.
Menurut penelitian oleh London School of Hygiene and Tropical Medicine pada Agustus 2013, terdapat perbandingan 105 bayi laki-laki yang lahir untuk 100 perempuan. Sedangkan di Armenia dan Azerbaijan lebih dari 115 laki-laki lahir untuk 100 perempuan. Di Georgia rasionya 120 laki-laki untuk 100 perempuan.
Hasilnya, UNFPA memperkirakan di negara seperti Armenia, hampir 93 ribu perempuan akan hilang pada 2060 jika seleksi gender yang tinggi seperti saat ini tidak berubah.