REPUBLIKA.CO.ID, RACHAYA -- Perdagangan senjata telah marak di sebagian besar wilayah Lebanon, terutama di daerah yang berdampingan dengan perbatasan Suriah, dengan dalih untuk bela diri akibat situasi keamanan yang tidak stabil di negeri tersebut.
Fakta itu telah dipandang sebagai pantulan normal situasi yang mudah bergolak di Suriah, yang telah tenggelam ke dalam perang saudara sejak tiga tahun lalu.
Lebanon dan Suriah memiliki garis perbatasan sepanjang 330 kilometer, tempat jalur tidak sah tersebar di berbagai wilayah dan digunakan untuk menyelundupkan senjata di kedua arah.
Namun krisis Suriah telah meningkatkan perpecahan politik di antara berbagai pihak di Lebanon, dan bermacam wilayah negeri tersebut telah menyaksikan bentrokan bersenjata dengan latar belakang sektarian.
Menurut beberapa sumber yang terlibat dalam perdagangan senjata itu, usaha tersebut "telah berubah menjadi sumber utama dan sangat penting kehidupan bagi banyak keluarga terutama pada masa sulit ini".
Abou Ahmad Ali Al-Ghoraiz, seorang pedagang senjata yang sudah terkenal, mengatakan kepada Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, kamis pagi, "Permintaan akan senjata pribadi telah melampaui pasokan."
Al Ghoraiz, yang sudah kawakan dalam perdagangan senjata, mewarisi usaha itu dari ayahnya dan mengatakan, "Tiga tahun belakangan telah menjadi masa paling marak dalam perdagangan senjata tidak sah." Ia menambahkan, "Usaha ini adalah tambang emas."
"Harga segala jenis senjata dan amunisi naik lebih dari empat kali lipat, sedangkan jumlah pembeli dan pedagang juga hampir dua kali lipat. Harga naik 90 persen selama 10 bulan belakangan dan keuntungan kami juga naik sampai 60 persen."
Sementara itu, warga negara Lebanon yang bernama Hassan Ad-Daher memberitahu Xinhua, "Sejak tersedia di mana-mana dan tak ada pembatasan untuk memilikinya."
Ia menyatakan, "Situasi keamanan di Lebanon tidak stabil dan siapa yang tahu apa yang akan terjadi besok?"
Ad-Daher berkeras bahwa "kami tak bisa memberi kemewahan kepada anak-anak kami karena kami harus membeli amunisi, sebab satu peluru Kalashnikov hari ini berharga satu dolar (AS)".
Namun Salem Salloum, seorang pialang senjata berpendapat, "Perdagangan senjata yang sebelumnya dilakukan dalam kegelapan hari ini dilakukan pada siang hari dan jalurnyanaik."
Ia mengatakan kepada Xinhua bahwa senjata yang tersedia di pasar adalah buatan Rusia dan AS dan harganya beragam tergantung atas senjata yang tersedia.
Banyak pengamat mengatakan penyelundupan senjata ke pasar setempat naik sampai 45 persen dibandingkan dengan kondisinya tahun lalu.