REPUBLIKA.CO.ID, JAKATRA -- Masyarakat sipil mesti mengambil bagian dalam upaya perdamaian Palestina-Israel yang terus berlarut-larut hingga saat ini.
Jika pemerintah di dunia masih belum sukses dengan upaya politik-diplomatik, maka masyarakat Islam berpeluang membangun gerakan perdamaian dengan membangun dialog dan saling pengertian antara umat Muslim dan Yahudi.
“Sebagaimana ucapan Imam Shamsi Ali, kita harus mulai dari gerakan people, gerakan masyarakat yang membangun saling pengertian,” kata CEO Noura Books PT Mizan Publika Pangestu Ningsih kepada Republika, Rabu (12/11) malam.
Mizan merupakan penerbit buku Anak-Anak Ibrahim karya Imam Shamsi Ali dan Rabu Marc Schneier yang membahas soal dialog terbuka mengenai isu-isu yang memisahkan dan menyatukan Muslim-Yahudi.
Dikatakannya, Mizan telah lama concern menjadi penyambung dialog antariman, antar kelompok, untuk membina saling pengertian di ranah dulia literasi. Untuk mencapai hal tersebut, wawasan masyarakat perlu dibuka, dan jika perlu dengan mengambil sumber dari pihak di luar kita.
Maka, buku terjemahan yang digodok dalam jangka waktu tiga bulan tersebut diharapkan mewakili dua ujung tombak keberbedaan. “Imam Shamsi Ali mewakili kita, masyarakat Muslim Indonesia, dan rabi dari Yahudi,” tuturnya.
Dengan dialog, diharapkan dinding prasangka yang memisahkan kedua umat ini dapat didobrak untuk kemudian bekerja sama dalam perdamaian.
Dialog untuk sekadar memahami keinginan masing-masing, kata Tutu, sapaan akrabnya, tidak perlu saling menerima satu sama lain, itu sudah cukup sebagai awal upaya perdamaian.
Namun juga, masyarakat jangan sampai menganggap konflik Israel-Palestina sebagai hal sederhana. Sebab, permasalahan tersebut kompleks, melibatkan aspek politik dan kekuasaan.