REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI TAW -- Pemerintah Indonesia berharap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik tetap damai dan aman bagi perdagangan dunia bukan dijadikan ajang perebutan sumberdaya alam, pertikaian wilayah, dan supremasi maritim.
Harapan itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di hadapan pimpinan negara-negara Asia Timur yang tergabung dalam Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS) di Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis (13/11).
"Sebagai Poros Maritim Dunia, Indonesia tentu berkepentingan untuk ikut menentukan masa depan kawasan Pasifik dan Samudera Hindia," katanya.
Menurut Presiden, potensi kemaritiman di forum EAS belum dimanfaatkan secara maksimal, dan Indonesia mengusulkan penguatan prioritas area kerja sama maritim di EAS.
"Kami mendorong negara-negara mitra ASEAN di EAS untuk mendukung dan terlibat aktif dalam mewujudkan 'ASEAN Masterplan on Connectivity', khususnya konektivitas dan infrastruktur maritim," ujarnya.
Indonesia, tambah Presiden, menyerukan kerja sama EAS secara konkrit di bidang energi, ketahanan pangan, manufaktur, dan dalam menjaga kelestarian bahari serta kerja sama yang lebih erat dalam menjaga keamanan laut.
"Khusus mengenai Laut Cina Selatan, Indonesia menyambut baik komitmen untuk mengimplementasikan DOC (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea/Tata Kelola). Saya juga mendukung penyelesaian COC (Code of Conduct in the South China/Tata Perilaku) melalui konsultasi secepat mungkin," tukasnya.
Sengketa teritorial maritim di Laut Cina Selatan selama beberapa tahun terakhir dinilai banyak pihak memiliki potensi untuk berkembang menjadi konflikterbuka antarpihak yang mengklaim sebagian atau seluruh dari kawasan itu sebagai bagian dari kedaulatannya.
Tumpang-tindih klaim antara Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei dan juga Cina serta Taiwan itu beberapa kali memicu ketegangan, termasuk bentrokan antara armada Cina dan Vietnam baru-baru ini.
Kondisi itu diperparah dengan munculnya klaim kegiatan pengeboran di kawasan itu.
Setelah bersusah-payah menyelesaikan DoC yang bersifat tidak mengikat untuk menjamin usaha menahan diri dan implementasi komitmen para pihak, negara-negara tersebut kini sedang berupaya menyelesaikan CoC atau Tata Perilaku yang mengikat secara hukum.
Pada September 2013, ASEAN dan Cina memulai proses konsultasi tentang CoC dengan mengadakan pertemuan Pejabat Senior yang pertama untuk membahas CoC di Suzhou, Cina.