Kamis 13 Nov 2014 15:29 WIB

AS: Myanmar, Berikan 'Kemerdekaan' Bagi Rohingya!

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
In this June 25 2014 file photo, Rohingya refugees gather to receive medicine at Dar Paing village clinic, north of Sittwe, Rakhine state, Myanmar.
Foto: AP/Gemunu Amarasinghe
In this June 25 2014 file photo, Rohingya refugees gather to receive medicine at Dar Paing village clinic, north of Sittwe, Rakhine state, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NYAPYIDAW -- Amerika Serikat mendesak Myanmar untuk memberikan hak warga negara pada muslim Rohingya. Pemerintah Myanmar juga harus membatalkan rencananya mengirim mereka ke kamp-kamp tahanan jika mereka menolak mengaku sebagai orang Bengali.

Dilansir dari reuters sebagian besar muslim Rohingya yang berjumlah 1,1 juta telah kehilangan hak warga negara di Myanmar. Mereka selalu menghadapi diskriminasi di Rakhine dnegan mayoritas penganut Buddha.

Hampir 140 ribu muslim Rohingya mengungsi dari bentrokan yang mematikan 2012 lalu.

Berdasarkan rencana kerja Rakhine, muslim Rohingya harus mengakui dirinya sebagai keturunan Bengali jika ingin mendapatkan status kewarganegaraan. Istilah yang dipakai bahwa mereka merupakan imigran yang berasal dari Bangladesh.

Padahal mereka telah beberapa generasi secara turun temurun tinggal di Myanmar. Pemerintah Myanmar juga telah mengusulkan untuk membnagun kamp-kamp sementara bbagi mereka yang menolak mendaftar dan tanpa dokumen yang memadai.

"Rencana tersebut melanggar hak-hak universal dan menentang upaya reformasi Myanmar," kata Deputi Penasehat Keamanan Nasional untuk komunikasi strategis Ben Rhodes.

Pihaknya ingin melihat rencana baru bagi Myanmar untuk memberikan status warga negara pada muslim Rohingya melalui prosedur wajar tanpa identifikasi diri terlebih dahulu.Rhodes mendesak Suu Kyi untuk memberikan keputusan terkait Rohingya.

Suu Kyi yang juga sebagai pemegang nobel perdamaian terlihat terlalu tenang dalam masalah Rohingya. "Suaranya jelas sangat penting,"ujarnya ketika menghadiri KTT ASEAN bersama Obama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement