REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), John Kerry, berkunjung ke Istana Raja Yordania, di Amman, Yordania, untuk bertemu Raja Abdullah dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Kamis (13/11).
Sebaimana dilansir Voice of America (VOA), kunjungan ini sebagai bentuk diplomasi AS untuk meredakan ketegangan yang kembali terjadi di Yerusalem (Baca: Gawat! Kondisi Al-Quds Semakin Memburuk). Perbincangan antara ketiga tokoh tersebut berusaha mencari jalan tengah bagi kedua negara sekutu AS tersebut di Timur Tengah.
Adapun hubungan Yordania-Israel memburuk sejak penyerangan otoritas keamanan Israel terhadap Masjidil Aqsa di Yerusalem. Pekan lalu, Yordania sampai menarik duta besarnya dari Israel sebagai bentuk protes.
Sebelumnya, pada hari yang sama (13/11) di Amman, Yordania, John Kerry bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Pertemuan di kediaman Abbas di Amman itu untuk membahas upaya rekonstruksi Gaza pasca-penyerangan selama 50 hari oleh Angkatan Udara Israel, yang menewaskan lebih dari 2.100 orang warga Palestina.
Kerusuhan yang semakin parah terjadi beberapa pekan terakhir di Kompleks Haram asy-Syarif, Yerusalem. Latar belakang keagamaan kerap menjadi pemicu. Sebab, kompleks tersebut merupakan tempat berdirinya Masjidil Aqsa, salah satu situs suci bagi umat Islam.
Di kompleks yang sama pula, berdiri Gunung Kuil yang diyakini oleh kaum yahudi sebagai tempat peribadatan Nabi Sulaiman AS. Sehingga, menurut kaum muslim maupun kaum yahudi, Kompleks Haram asy-Syarif adalah sakral.
Puncak ketegangan di kompleks tersebut terjadi ketika otoritas keamanan Israel menutup akses masuk ke sana selama satu hari pada bulan lalu. Hal ini diperparah oleh keinginan Menteri Keamanan Publik Israel, Yitzhak Aharonovitch. Pada Rabu (12/11) lalu Yitzhak mengumumkan rencana Israel untuk memasang alat detektor logam dan perekam di semua pintu masuk menuju Haram asy-Syarif, Yerusalem.
Pertemuan trilateral antara Kerry, Raja Abdullah, dan Netanyahu berlangsung setelah maraknya insiden keamanan di Yerusalem. Termasuk, penusukan terhadap dua orang warga Israel dan penubrukan sebuah mobil terhadap beberapa orang pejalan kaki warga Israel.
Direktur Institut Perdamaian dan Kerja Sama Internasional, Rami Nasrallah, mengatakan, faktor lain yang memperburuk keadaan adalah sikap semena-mena Pemerintah Israel terhadap sebagian besar penduduk Arab di Yerusalem Timur.
Tensi konflik semakin memburuk pada Rabu (12/11) setelah Israel mengumumkan rencana pembangunan permukiman baru di bagian timur Yerusalem. Penduduk Palestina serta-merta menolak rencana ini karena mereka merasa Yerusalem Timur adalah bagian dari Negara Palestina.