REPUBLIKA.CO.ID, BRISBANE -- Lebih dari 20 kepala negara dan sejumlah pemimpin organisasi internasional berkumpul di Brisbane, Australia untuk petemuan tingkat tinggi kelompok G20. Terlepas dari pembahasan ekonomi, warga Australia sebenarnya memiliki harapan tersendiri dari pertemuan ini.
Konferensi yang akan diadakan selama dua hari Sabtu-Ahad (15-16/11) ini akan dihadiri dengan para pemimpin dunia, termasuk Presiden Joko Widodo yang baru dilantik beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, sebagai tuan rumah telah mengagendakan tiga hal yang akan menjadi pembahasan.
"Pertama akan menguatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan lewat penguatan sektor swasta, kedua membuat perekonomian global yang lebih kuat terhadap gejolak di masa depan, dan ketiga menguatkan institusi-institusi global," ujar PM Abbott dalam pernyataan resminya baru-baru ini.
Tetapi beberapa warga di Australia menyayangkan bahwa masalah-masalah global yang dihadapi tidak akan terlalu dibahas.
"Meski ini tentang ekonomi, sebaiknya membicarakan juga masalah lingkungan, seperti gas buang dan emisi yang jelas jadi masalah nyata. Australia sepertinya menolak membicarakan ini," ujar Ted Taylor salah satu warga di Melbourne.
PM Abbott sebelumnya telah mencabut kebijakan pajak karbon yang sebelumnya diperkenalkan oleh Partai Buruh dibawah pimpinan mantan PM Julia Gillard.
Pertemuan G20 pun dipertanyakan oleh beberapa warga karena lebih berfokus pada penguatan perekonomian negara-negara besar dan berkembang.
"Sebaiknya kekuatan yang ada juga lebih memikirkan mereka [yang terjerat] dalam kemiskinan global yang semakin banyak," ujar Sue Berkeley yang ditemui di Chapel St, Melbourne.
"Bukan hanya kerjasama perdagangan, tetapi perlu dibuat kebijakan bersama yang lebih nyata bagaimana mengatasi jurang antara yang miskin dan kaya, yang semakin lebar," kata Mike Rhys kepada reporter ABC Internasional, Erwin Renaldi.