REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel sangat berani melecehkan tempat suci umat Islam di Yerusalem, Palestina. Keberanian ini, menurut pakar sejarah University of Exeter, Ramzy Baroud didorong oleh politikus dan kalangan ekstrimis Yahudi.
"Konteks saat ini yang perlu diperhatikan, begitu mengkhawatirkan. Ini bukan karya ekstremis Yahudi tetapi juga pemerintah Israel. Bulan depan misalnya, parlemen Israel (Knesset) akan mengambil suara terkait kebijakan pemisahan Masjid Al-Aqsa," kata dia seperti dilansir Onislam, Jumat (14/11).
Ramzy mengungkap pihak yang paling ngotot untuk pemisahan itu adalah organisasi Temple Mount Faithful, yang dipimpin Yehuda Glick. Organisasi ini memang memiliki misi untuk menyingkirkan Masjidil Aqsha guna membangun kembali kuil Yahudi.
"Visi ini tidak sepenuhnya asing untuk pemerintahan Netanyahu. Logikanya bisa dilihat dari pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem, wilayah Palestina. Jadi, prinsipnya seperti membangun Prancis di Paris, Inggris di London, dan Israel di Yerusalem," kata dia.
Awalnya, lanjut Ramzy, organisasi ini berseberangan dengan sikap politik Tel Aviv. Seperti misal organisasi ini menolak menghancurkan permukiman Yahudi. Sebaliknya, organisasi ini paling ngotot pula agar dibangun permukiman Yahudi.
"Sosok Yehuda Glick sangat berperan dalam organisasi itu. Ia terobesesi menghancurkan Al-Aqsa dengan mengunjungi masjid dalam kunjungan provokatif. Puncaknya, ia yang ditembak oleh warga Palestina, ini yang kemudian mendorong penutupan Al-Aqsa," ucapnya.
Ramzy mengungkap apa yang dilakukan Glick mirip dengan pola Baruch Goldstein yang menyerbu Masjid Ibrahimi di Hebron. Ia memasuki masjid guna membunuh sebanyak mungkin umat Islam. Tercatat 30 orang Muslim dan ratusan terluka dalam serangan itu.
Goldstein adalah anggota Liga Pertahanan Yahudi (JDL), sebuah partai rasis dari ekstremis Yahudi yang didirikan oleh Meir Kahane. The Temple Mount Faithful, seperti lainnya kelompok ekstremis seperti itu, pertimbangkan Goldstein, seorang pahlawan. Seperti Glick, Goldstein juga Amerika dan tinggal di pemukiman al-Khalil yang ilegal.
"Pembunuhan massal Goldstein dikutuk pihak, termasuk Israel. Tidak ada penyangkalan bahwa ekstremis Yahudi, yang sebagian besar mengisi pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem, merupakan bagian dari rencana pemerintah Israel yang lebih besar ditujukan untuk pembersihan etnis," papar dia.
Kini, anggota parlemen Israel, Moshe Feiglin melanjutkan usaha mengambilalih Al-Aqsa.
Feiglin adalah anggota partai Likud pimpinan Netanyahu, dan memiliki dukungan yang kuat dalam partai, pemerintah, dan Knesset. Para pendukungnya termasuk Yehuda Glick, fanatik kelahiran Amerika.
"Masih belum jelas nasib Masjid al-Aqsa. Terperangkap antara rencana aneksasi Israel, serangan dari ekstremis Yahudi, keheningan internasional, dan sejarah pertumpahan darah. Al-Aqsa tengah menghadapi hari-hari sulit," kata dia.