REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Pemerintah Uni Eropa akan memberikan sanksi berupa pembekuan aset dan larangan perjalanan pada separatis Ukraina, Senin (17/11). Namun mereka tak mengambil tindakan untuk meningkatkan sanksi ekonomi terhadap Rusia, meski telah ada alarm peningkatan kekerasan di Ukraina.
Menteri Luar Negeri Uni Eropa meminta para pejabat untuk mengajukan sejumlah nama separatis pro-Rusia, dan akan menambahkannya ke daftar sanksi Uni Eropa pada akhir bulan ini.
"Sanksi merupakan alat yang efektif dalam strategi yang lebih luas," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa yang baru, Federica Mogherini. Ia berencana mengunjungi Kiev setelah pemerintah baru terbentuk. Mogherini mengatakan, ia membuka kesempatan mengunjungi Moskow jika memungkinkan.
Sekitar 120 pejabat Ukraina dan Rusia sudah mendapat sanksi pembekuan aset dan larangan perjalanan dari Uni Eropa.
Ketegangan antara Rusia dan Barat atas Ukraina telah meningkat, setelah berbagai pelanggaran gencatan senjata. Laporan terbaru menyatakan, Rusia telah mengirimkan tank dan pasukan ke timur Ukraina.
Para menteri luar negeri Uni Eropa menyerukan untuk menghentikan pelanggaran gencatan senjata, penarikan pasukan ilegal dan asing, tentara bayaran dan peralatan militer. Para menteri meminta Ukraina untuk melipatgandakan upaya reformasi ekonomi dan politik. Mereka juga mendesak Rusia, Ukraina, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) untuk mengintensifkan pembicaraan.
Mogherini menyatakan siap untuk membantu menyelesaikan krisi. "Rusia bagian dari masalah, tapi pasti juga bagian dari solusi," kata Mogherini.
Mantan menteri luar negeri Italia itu juga meminta para menteri, untuk membahas bagaimana Uni Eropa dapat memulai kembali dialog dengan Rusia.
Ke-28 negara anggota Uni Eropa sejauh ini terpecah terkait pemberian sanksi ekonomi lebih pada Rusia. Selama ini sejumlah negara blok tersebut khawatir, sebab Rusia merupakan pemasok energi utama. Banyak negara Uni Eropa khawatir Rusia akan membalas dendam, atas peningkatan sanksi.
Menteri mengisyaratkan bahwa setiap diskusi tentang sanksi ekonomi, berlangsung ketat. Langkah-langkah yang diambil telah menargetkan sektor keuangan, energi dan pertahanan kemungkinan harus menunggu para pemimpin Uni Eropa bertemu di Brussels 18 dan 19 Desember nanti.
Menteri Luar Negeri Polandia Grzegorz Schetyna mengatakan, Uni Eropa harus mulai persiapan mulai saat ini. Sehingga para pemimpin nantinya bisa cepat mengambil keputusan untuk mendorong sanksi lebih keras. Namun para pemimpin negara seperti Austria, Yunani dan Siprus enggan menaikan sanksi.