Selasa 18 Nov 2014 21:38 WIB

Masih Ada 35,8 Juta Orang Diperbudak

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Julkifli Marbun
Perbudakan (Ilustrasi)
Foto: AFP
Perbudakan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kelompok anti perbudakan, Walk Free Foundation melaporkan setidaknya 35,8 juta orang dari seluruh dunia hidup dalam perbudakan. Jumlah ini merupakan 0,5 persen dari populasi dunia, meningkat dari tahun 2013 karena metodologi yang diperbaharui.

Walk Free mengeluarkan Global Slavery Index 2014 dan menempatkan India sebagai negara paling tinggi perbudakan. Mauritania dinobatkan dengan persentasi tertinggi. Perbudakan bentuk modern, menurut Walk Free yaitu kerja paksa, perbudakan utang, perdagangan manusia, eksploitasi seksual untuk uang dan pernikahan paksa.

Global Index Slavery sesungguhnya diestimasi lebih tinggi. Pada 2012, organisasi buruh internasional memperkirakan hampir 21 juta orang adalah korban kerja paksa. Walk Free menemukan 167 negara melakukan bentuk perbudakan modern.

Afrika dan Asia adalah wilayah dengan tingkat perbudakan tertinggi, sementara Eropa terendah. Asia Selatan menempati peringkat tertinggi dengan 17.459.900 orang dengan jumlah di India sendiri sebesar 14,2 juta orang. Index terbesar selanjutnya berada di Cina dengan tiga juta budak, dilanjutkan dengan Pakistan dan Uzbekistan.

Sementara Eropa sebesar 566.200 orang. Rusia berada di peringkat lima. Ekonomi Rusia disebut-sebut bergantung pada perbudakan pekerja migran dalam sektor konstruksi dan pertanian.  Jumlah perbudakan di Asia yaitu 23,5 juta orang, sepertiga dari total budak di dunia. India dan Pakistan sendiri berjumlah 45 persen.

"Di negara seperti India dan Pakistan, warga berada dalam perbudakan dalam bentuk kerja paksa di sektor konstruksi, pertanian, pembuatan bata, industri garmen dan manufaktur," kata Walk Free dalam laporan Index.

Mauritania menempati persentasi terbesar perbudakan berdasarkan proporsi populasi, yaitu empat persen. Banyak orang di Afrika mewarisi status budak mereka dari leluhur. Setelah Mauritania, Uzbekistan menempati posisi kedua yaitu 3,97 persen, kemudian Haiti dengan 2,3 persen, Qatar dengan 1,36 persen dan India dengan 1,14 persen.

Laporan ini menyeru partisipasi internasional dalam memberantas perbudakan. Walk Free berharap pemerintah meningkatkan hukuman untuk kejahatan perdagangan manusia. Termasuk menekan pebisnis untuk menurunkan pemanfaatan budak.

Semangat yang dibawa foundation ini adalah mengakhiri perbudakan bentuk modern. Global Slavery Index pertama kali dipublikasikan pada 2013. Tahun ini, Walk Free menggunakan metologi dan data yang lebih baik sehingga menghasilkan angka yang meningkat drastis.

"

Beberapa negara dengan tantangan terbesar juga mengambil langkah-langkah penting untuk mengatasi masalah itu. India misalnya telah memperkuat kerangka peradilan pidana melalui amandemen legislatif dan telah mendirikan 215 Anti Unit Polisi Perdagangan Manusia. Masih banyak yang harus dilakukan," kata laporan tersebut.

Inggris terdaftar sebagai satu dari 10 negara yang berjuang melawan perbudakan. Parlemen Inggris sedang memperjuangkan hukuman lebih berat untuk kejahatan perdagangan manusia.

Ketua Walk Free Foundation, Andrew Forrest mengatakan ada asumsi perbudakan adalah isu dari era masa lalu atau hanya terjadi di negara dengan peperangan dan kemiskinan. ‘’Penemuan ini menunjukan bahwa perbudakan modern itu ada di setiap negara,’’ kata dia dikutip Times of India.

Ia mengatakan warga dunia bertanggung jawab atas hal ini karena menyangkut sesama manusia. "Pertama yang harus dilakukan untuk memberantasnya adalah menghitungnya. Kemudian kita bersama mengakhiri eksploitasi, baik pemerintah, pebisnis dan masyarakat sipil," kata Forrest.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement