REPUBLIKA. CO.ID, MELBOURNE -- Menteri Hukum dan HAM Indonesia, Yasonna Laoly menyatakan perubahan kebijakan penanganan pencari suaka Australia merupakan hak Australia. Namun kebijakan itu akan menambah beban bagi Indonesia.
Sebelumnya Menteri Imigrasi Scott Morrison mengumumkan Australia tidak lagi bersedia menerima para pencari suaka yang mendaftarkan diri melalui badan pengungsi PBB, UNHCR di Jakarta terhitung 1 Juli.
Para pencari suaka yang datang ke Indonesia dan mendaftarkan diri sebelum tanggal tersebut, jika mengajukan permohonan suaka ke Australia masih akan diproses. Namun Menteri Morrison menyatakan, jumlahnya akan dikurangi dan masa tunggunya akan dibuat lebih lama.
Tapi mereka yang mendaftarkan diri di UNHCR Jakarta setelah tanggal 1 Juli, tidak lagi akan diterima di Australia meskipun mengajukan klaim suaka ke negara itu.
Menanggapi hal ini, Menteri Yasonna mengatakan Indonesia hanya bisa menampung sekitar 2.000 pencari suaka dan pengungsi. Artinya, jika permintaan suaka mereka ke Australia tidak lagi diterima, maka akan menjadi isu HAM yang akan menyulitkan Indonesia.
"Itu merupakan hak Australia, tapi pasti akan menyulitkan kami," katanya baru-baru ini.
Data bulan lalu menyebutkan, terdapat 10.500 pencari suaka dan pengungsi yang terdaftar pada badan pengungsi PBB di Jakarta.
Karena Indonesia bukan negara penandatangan konvensi PBB mengenai pengungsi, maka pihak UNHCR berkewajiban menyalurkan para pencari suaka ini ke negara tujuan yang menandatangani konvensi itu, seperti Australia.
Perubahan kebijakan Australia yang menolak menerima pencari suaka yang terdaftar di UNHCR Jakarta, menurut Menteri Morrison, sama dengan "menyingkirkan gula dari meja" sehingga semut-semut tidak datang lagi berkerumun. "Kami ingin menghentikan orang-orang yang berpikir bahwa tidak apa-apa datang ke Indonesia dan menunggu di sana untuk pergi ke Australia," katanya.
Menurut Morrison, Indonesia sebagai negara transit telah dieksplotasi oleh para penyelundup manusia. "Kami berhasil menyetop penyelundupan manusia ke Australia melalui perahu, dan kita melihat terjadi penurunan drastis pencari suaka yang datang ke Indonesia," katanya.
"Namun belakangan jumlahnya bertambah lagi karena mereka pikir, mereka bisa transit di Indonesia dan menunggu kesempatan untuk ke Australia," tambah Morrison.
Sementara Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan terus memantau dampak dari perubahan kebijakan Australia itu, dan mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi kepentingan Indonesia.