Kamis 20 Nov 2014 17:21 WIB

Nelayan Thailand Ubah Kapal untuk Selundupkan Manusia

Perdagangan manusia/ilustrasi
Foto: flarenetwork.org
Perdagangan manusia/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, RANONG -- Penyelundupan warga Muslim Rohingya yang menghindari penyiksaan di Myanmar semakin marak sehingga para nelayan Thailand mengubah kapal mereka untuk mengangkut manusia, kata polisi dan pejabat di selatan Thailand.

Dalam beberapa pekan terakhir, ribuan warga Rohingya yang sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan, berlayar menyeberangi Teluk Bengal ke pantai barat Thailand. Dari situ para penyelundup akan mengirim mereka ke Malaysia, negara berpenduduk mayoritas Islam dan tempat dimana mereka bisa mendapatkan pekerjaan.

Beberapa operator kapal di provinsi Ranong yang memiliki industri perikanan besar, mengambil keuntungan dari eksodus ini, kata kepala polisi distrik Kapoe, Sanya Prakobphol.

"Bisnis perikanan tidak begitu bagus sehingga nelayan membuat kapal mereka menjadi kapal penumpang," kata Sanya kepada Reuters. "Beberapa kapal yang sudah diubahsuai di Ranong bisa memuat lebih dari 1.000 orang."

Operator kapal bisa mendapatkan 10 ribu baht per orang dengan mengangkut imigran gelap dari Myanmar ke Thailand, imbuh dia.

Angkatan Laut Thailand pada Okttober mengatakan kepada Reuters bahwa sebagian besar kapal penyelundup dan pengangkut yang mengarungi Teluk Bengal berasal dari Thailand. Pihak AL juga mengatakan telah meningkatkan patroli.

Menurut Projek Arakan, yang membuat plot migrasi melintasi Teluk Bengal, sekitar 100 ribu warga Rohingya meninggalkan provinsi Rakhine sejak 2013. Bentrokan dengan etnis Rakhine penganut Buddha pada 2013 telah menewaskan ratusan orang dan 140 ribu lainnya mengungsi, sebagian besar adalah Rohingya.

Ibukota provinsi Ranong merupakan kota pelabuhan yang hanya ditempuh dalam tempo 40 menit dengan kapal dari Myanmar. Para imigran menurut sejarah telah menjadi tulang punggung sektor industri makanan laut.

Warga setempat Hanif mengatakan ia membantu seorang nelayan temannya untuk mengubah interior kapal untuk mengangkut manusia.

"Ia menjadi sangat kaya," kata Hanif sambil memilah-milah setumpuk ikan ribbon dan makarel. "Ia ingin membuat ruang seluas mungkin untuk memuat sebanyak mungkin orang dalam sekali jalan."

Banyak warga lokal yang menganggap tidak ada salahnya mengangkut manusia perahu, kata Manit Pianthong, kepala distrik Takua Pa di provinsi tetangga Phang Nga.

"Penduduk desa dan nelayan hidup dengan imigran yang datang dan pergi dari Thailand selama lebih dari 30 tahun karena kedekatan kami dengan Myanmar," katanya.

"Itulah sebabnya kami perlu mendidik mereka perlahan-lahan dan menunjukkan pada mereka bahwa ini salah."

Thailand merupakan eksporter terbesar ketiga dunia untuk produk makanan laut. Thailand juga merupakan salah satu pusat penyelundupan manusia paling parah, berdasar Kementerian Luar Negeri AS, yang pada Juni menurunkan peringkat Thailand menjadi yang terendah karena "tidak melakukan upaya signifikan" untuk mengatasi kejahatan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement