REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dalam banyak pemberitaan di media mengenai Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), banyak di antaranya yang berfokus pada ribuan warga asing yang berhasil direkrut oleh ISIS.
Enam bulan terakhir, ISIS telah menarik lusinan kelompok dari Algeria sampai Pakistan ke dalam genggamannya. Hal ini sangat bertolak dengan pencapaian Alqaidah, di mana mereka butuh waktu 10 tahun untuk akhirnya bisa merekrut afiliasi pertamanya, Kelompok Jihad Mesir, pada 1998.
Perkembangan ISIS tak berhenti sampai di situ, The New York Times melaporkan dalam bulan ini salah satu kelompok militant terkejam di Mesir, Ansar Beit al-Maqdis (ABM), telah menyatakan kesediaanya untuk bernaung di bawah ISIS. Kelompok ABM itu sendiri dipercaya memiliki andil dalam serangan di sebuah pos pemeriksaan polisi dekat Gaza bulan lalu, di mana serangan itu menewaskan 30 tentara Mesir.
Analis Keamanan Nasional CNN Peter Bergen dan Rekan Peneliti di New America Emily Schneider membuat suatu kesimpulan terkait hal yang membuat ISIS dengan mudah menyebar di negara-negara Muslim. Ternyata, Bergen dan Schneider menemukan satu jawaban sederhana. Alasan ISIS dengan mudah menyebar di negara-negara Muslim adalah karena ISIS berjaya dan makmur.
Salah satu indikatornya ialah penguasaan ISIS di Iraq dan Suriah yang begitu meluas. ISIS kini memegang kontrol yang besar dalam struktur pemerintahan kedua negara tersebut. ISIS mengganti pejabat-pejabat lokal dengan gubernur-gubernur ISIS yang berkontribusi di layanan sosial.
ISIS juga telah menguasai kota-kota yang memegang peranan penting dalam infrastruktur negara, termasuk bendungan dan sumber minyak. Hal ini membuat ISIS memiliki sumber pendanaan dan penghasilan yang cukup besar.
Melihat hal ini, bekerjasama dengan ISIS menjadi hal dapat dimengerti jika dilihat dari perspektif ekonomi kelompok-kelompok yang telah menyatakan bergabung dengan ISIS, terutama untuk kelompok-kelompok militan yang lebih kecil yang beroperasi di Suriah dan Iraq.