REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Mesir baru saja menangkap anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin atas tindakan kekerasan terakhir yang dilakukan oleh kelompok itu.
Mohamed Ali Bishr ditangkap di rumahnya di daerah Delta Sungai Nil pada Kamis (20/11). Media pemerintah Mesir menyatakan, ia dituduh menyerukan protes massa tertanggal 28 November 2013.
Bishr adalah seorang politikus senior yang sebelumnya menjabat sebagai menteri negara pembangunan daerah yang melarikan diri dari penjara setelah penggulingan Mursi setahun yang lalu.
Dengan kepemimpinannya dari dalam penjara, Bishr memainkan peran kunci dalam menjalankan akitivitas bawah tanah kelompok Ikhwanul Muslimin. Ia juga terlibat dalam kelompok oposisi yang menuntut pengembalian lagi kekuasaan Mursi menjadi presiden.
Kelompok oposisi bernama National Coalition to Support Legitimacy and Reject the Coup itu pun mengutuk penangkapan Bishr. Apalagi penangkapan itu terjadi sehari setelah penangkapan 25 pengunjuk rasa di daerah distrik bisnis Kairo.
"Kami menolak kelanjutan penyerangan membabi-buta pada komponen koalisi dan juga anggotanya. Termasuk penyerangan terhadap putra-putri dari gerakan protes mahasiswa," Kata kelompok itu dalam laman facebook mereka seperti dilansir Aljazeera.
Partai Kebebasan dan Keadilan yang merupakan sayap politik dari Ikhwanul Muslimin, memprotes penangkapan. Mereka mengatakan, Bishr sudah menjalani tujuh tahun masa penahanan dari 1999-2002 dan 2006-2010.
Pemerintah Mesir melakukan tindakan keras pada anggota Ikhwanul Muslimin sejak militer menggulingkan Mursi pada Juli 2013. Presiden Mesir saat ini, Abdel Fattah El-Sisi berjanji untuk mengakhiri pengaruh kelompok Islam sejak menjabat.
Sejak dilabeli sebagai kelompok teroris oleh pemerintah Mesir, sudah 10 ribu anggota Ikhwanul Muslimin ditahan dan diawasi secara ketat.