REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengucapkan selamat kepada rakyat Tunisia, Minggu (23/11), untuk pemilihan presiden dan mencatat munculnya momen mengenai "komitmen kuat rakyat Tunisia dari seluruh ranah politik untuk demokrasi dan supremasi hukum."
"Jalan demokrasi Tunisia akan tetap menjadi inspirasi bagi semua orang di wilayah dan sekitar dunia yang bekerja untuk membangun pondasi untuk masa depan yang inklusif, damai, dan sejahtera," kata Kerry dalam satu pernyataan.
Dia menambahkan bahwa AS akan terus mendukung transisi Tunisia dan menyediakan bantuan ekonomi dan keamanan kepada rakyat Tunisia.
"Kami berharap dapat kesimpulan keberhasilan proses pemilihan presiden Tunisia pada akhir tahun ini, dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah yang terpilih secara demokratis yang akan memimpin negeri ini di tahun-tahun mendatang," tegas Kerry.
Warga Tunisia Ahad menunaikan hak memilih presiden secara langsung untuk pertama kalinya sebagai langkah terakhir transisi demokrasi pasca-revolusi 2011 yang mengakhiri kekuasaan presiden Zainal Abidin bin Ali.
Setelah lebih dari tiga tahun penggulingan sistem satu partai yang diterapkan Zainal Abidin, Tunisia kini menjadi model transisi demokrasi bagi Timur Tengah dengan pembentukan konstitusi baru dan kompromi politik yang relatif berlangsung damai dibanding negara-negara di kawasan yang sama.
"Ini adalah hari bersejarah bagi Tunisia. Kami adalah satu-satunya negara Arab yang tidak mengetahui siapa presiden terpilih sampai proses perhitungan suara selesai," kata Mouna Jaballi, seorang warga yang memilih di distrik Soukra, Tunis.
Pemilu presiden pada Ahad merupakan rangkaian dari pemilihan umum pada Oktober di mana partai sekuler Nidaa Tounis memenangi kursi mayoritas parlemen dengan mengalahkan partai Ennahda--yang sebelumnya menempati urutan pertama dalam pemungutan suara 2011.
Hampir 30 kandidat turut dalam pencalonan presiden. Dua calon yang diperkirakan akan memenangi laga adalah pemimpin Nidaa Tounis, Beji Caid Essebsi--tokoh 87 tahun yang juga mantan pejabat di era Zainal Abidin--serta presiden petahana, Moncef Marzouki.
"Warga Tunisia yang akan menentukan siapa yang berkuasa dan saya akan menerima apapun pilihan mereka demi konsolidasi transisi di negara ini," kata Essebsi kepada wartawan.
Menurut sejumlah pengamat, kunci keberhasilan demokrasi di Tunisia adalah kompromi antara kelompok sekuler dan Islam--yang mengambil pendekatan fleksibel dengan mengizinkan pejabat di era Zainal Abidin untuk berpartisipasi dalam politik.
Essebsi dan mantan tokoh lama lainnya mengatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam penyalah-gunaan kekuasaan pada masa lalu. Mereka menampilkan diri sebagai teknokrat yang mempunyai kapabilitas menjalankan pemerintahan.
Kabinet baru yang dipimpin oleh partai Nidaa Tounis akan dibentuk segera setelah selesainya perhitungan suara. Namun karena hanya menang tipis atas partai Ennahda, dipastikan negosiasi bagi-bagi kekuasaan yang alot akan terjadi.