Selasa 25 Nov 2014 14:10 WIB

Republik Desak Sanksi Baru Pascaperpanjangan Pembicaraan Nuklir, Obama Menolak

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Julkifli Marbun
John McCain
Foto: Reuters
John McCain

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Beberapa anggota parlemen AS dari partai Republik mendesak penambahan sanksi terhadap Iran seiring dengan perpanjangan waktu dalam pembicaraan nuklir, Senin (24/11). Senator John McCain, Lindsey Graham dan Kelly Ayotte meyakini Iran akan mendesak untuk kepemilikan pengayaan nuklirnya.

"Kami ingin perpanjangan waktu ini diiringi oleh peningkatan sanksi dan keputusan final antara Iran-AS harus melalui persetujuan Kongres," kata mereka dalam pernyataan, dikutip Reuters. Iran dan p5+1 gagal mencapai kesepakatan pada Senin namun setuju menambah waktu pembicaraan hingga tujuh bulan kedepan.

Anggota DPR dari Republik John Boehner mengatakan perpanjangan ini hanya akan memberi kelonggaran pada Iran. Beberapa anggota partai Republik menyeru penerapan sanksi baru dilakukan segera. Tapi mereka juga mendesak Kongres setuju pada apa pun kesepakatan AS dengan Iran.

Senator Bob Corker, pemimpin Republik dalam komite hubungan luar negeri senat mengatakan Kongres harus diberi kesempatan bicara dalam kesepakatan. Namun mereka juga harus menyiapkan alternatif seperti penerapan sanksi yang lebih keras jika negosiasi kembali gagal.

"Saya lebih setuju pemerintah melanjutkan negosiasi daripada sepakat pada keputusan buruk yang hanya akan membuat lebih banyak instabilitas di wilayah dan dunia," kata Corker dalam pernyataan.

Sementara pemerintahan Demokrat Presiden Barack Obama menolak penerapan sanksi baru. Ia bersikeras penerapan sanksi oleh Washington hanya akan menimbulkan kebencian. Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest mengatakan sanksi lebih lanjut akan kontraproduktif.

Rekan sesama Demokrat mendukung perpanjangan pembicaraan nuklir. "Runtuhnya pembicaraan sangat bertentangan dengan kepentingan AS dan hanya akan mengguncang wilayah yang sudah stabil," kata Senator dari partai Demokrat Dianne Feinstein yang juga Komite Intelegen Senat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement