Selasa 25 Nov 2014 15:18 WIB

Warga Yahudi Tolak Hidup Berdampingan

Rep: C84/ Red: Winda Destiana Putri
Israel's Prime Minister Benjamin Netanyahu attends the weekly cabinet meeting in Jerusalem October 26, 2014.
Foto: Reuters/Abir Sultan/Pool
Israel's Prime Minister Benjamin Netanyahu attends the weekly cabinet meeting in Jerusalem October 26, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- RUU yang sebutkan bahwa Israel adalah negara Yahudi terus menuai kritik baik dari dalam maupun dunia internasional.

Majd Kayyal, dari pejuang hak-hak Arab minoritas di Israel menyatakan Israel telah mendorong negaranya untuk menanggalkan demokrasi yang mereka banggakan selama ini.

"Jika RUU tersebut menjadi UU, maka rasisme akan dijadikan peraturan, yang selama ini merupakan realitas di lapangan, baik dalam hukum dan sistem politik.

Demokrasi menjamin seluruh warga memiliki hak yang sama dan setara di hadapan negara, tapi perubahan yang rasis ini membuat pembedaan atas dasar agama," ujarnya seperti dilansir CNN, Selasa (25/11).

RUU baru yang mendefinisikan bahwa Israel sebagai tanah air orang-orang Yahudi telah memicu kritik dari politisi Israel dan kelompok hak asasi Arab.

Maklum saja, selalu Yahudi, tercatat sekitar 1,7 juta warga Israel adalah penganut agama Islam dan Nasrani. Selama ini, kaum non Yahudi dianggap hanya sebagai warga kelas dua di Israel.

Diskriminasi kerap dikeluhkan warga Israel yang menganut agama Islam dan Nasrani.Sebuah jajak pendapat Israel Institute Demokrasi baru-baru ini menemukan bahwa hampir setengah dari Yahudi Israel tidak ingin hidup bersebelahan dengan orang Arab atau orang asing (non Yahudi).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement