Sabtu 29 Nov 2014 22:10 WIB

Kekerasan di Xinjiang Kembali Terjadi, 15 Warga Tewas

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: M Akbar
Armed police guard at the entrance of the South Railway Station, where three people were killed and 79 wounded in April's bomb and knife attack, in Urumqi, Xinjiang Uighur Autonomous region, May 2, 2014.
Foto: Reuters/Petar Kujundzic
Armed police guard at the entrance of the South Railway Station, where three people were killed and 79 wounded in April's bomb and knife attack, in Urumqi, Xinjiang Uighur Autonomous region, May 2, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Kekerasan di Xinjiang kembali terjadi. Serangan ini dilaporkan menyebabkan korban tewas hingga 15 orang, sedangkan 14 orang lainnya terluka.

Peristiwa ini terjadi usai sekelompok teroris menyerang warga sipil di daerah Shache, sekitar 200 km dari Kashgar. Xinjiang diketahui merupakan rumah bagi kelompok minoritas Muslim Uighur.

Gelombang kekerasan pun sering terjadi di wilayah ini. Bahkan, tahun ini jumlah korban tewas tercatat mencapai lebih dari 150 orang. Selama ini, pemerintah Cina dinilai tak luput bertanggung jawab atas aksi kekerasan yang terjadi.

Pasalnya, Cina telah memberikan aturan yang ketat terhadap kebebasan di wilayah itu. Sehingga, kelompok minoritas Muslim ini pun mulai memberontak.

Seperti dikutip dari BBC, kantor berita Xinhua menyebutkan pada Jumat (28/11) para pelaku telah melemparkan bom sebelum mereka mulai menikam warga di jalanan. Sebelas orang pun turut tewas termasuk para pelaku penyerangan. 

Pemerintah Cina sendiri selama ini sangat tertutup mengenai informasi penyerangan yang kerap terjadi. Cina memberlakukan aturan yang sangat ketat terkait hal ini.

Menurut para aktivis Uighur, tekanan pemerintah terhadap kebudayaan Uighur serta keyakinan warga memicu terjadinya kekerasan. Pada awal pekan ini, pemerintah pun menyatakan rencananya untuk mempekerjakan tiga ribu mantan tentara untuk mengawasi pemukiman di wilayah itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement