REPUBLIKA.CO.ID, AUSTIN -- Sebuah koalisi 17 negara bagian AS menggugat pemerintahan Barack Obama terkait kebijakan imigrasi. Pemerintah AS dinilai bertindak ilegal dengan mengeluarkan perintah eksekutif untuk meringankan ancaman deportasi bagi jutaan imigran yang berada di negara tersebut tanpa dokumen yang sesuai.
Kasus ini yang dipimpin oleh Texas dan diajukan di Pengadilan Federal di Distrik Selatan Texas . Perintah eksekutif yang diumumkan Obama bulan lalu melanggar batasan konstitusional pada kekuasaan presiden.
Jaksa Agung Texas Greg Abbott yang juga seorang Republikan dan gubernur Texas terpilih, mengatakan gugatan tersebut tidak meminta ganti rugi, tetapi berusaha agar perintah tersebut dinyatakan ilegal.
Gedung Putih mengatakan perintah eksekutif merupakan kekuasaan presiden. Gedung Putih berpendapat jawabannya berada di tangan Kongres yang meloloskan reformasi imigrasi.
Rencana Presiden Obama akan membiarkan sekitar 4,7 juta dari 11 juta imigran gelap di Amerika Serikat tinggal tanpa ancaman deportasi, termasuk 4,4 juta yang merupakan orangtua dari warga AS dan penduduk tetap yang legal.
"Presiden melepaskan tanggung jawabnya untuk setia menegakkan hukum yang sepatutnya ditetapkan oleh Kongres dan mencoba menulis ulang hukum imigrasi, yang dia tidak memiliki wewenang untuk melakukannya," kata Abbott, Rabu (3/12).
Banyak negara yang tergabung dalam koalisi adalah basis Republik, termasuk Alabama, Idaho, Mississippi dan Utah. Gubernur North Carolina Pat McCrory, seorang Republikan, mengatakan negaranya bergabung dengan upaya hukum karena Presiden telah melampaui keseimbangan ketentuan kekuasaan yang jelas tercantum dalam Konstitusi AS.
Abbott mengatakan sebagai negara perbatasan, Texas telah menggelontorkan jutaan dolar untuk biaya yang berkaitan dengan imigrasi ilegal.