REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO--Protes menentang bebasnya mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak terus bergema di seluruh kampus Mesir.
Kencangnya aksi protes massa tak lepas dari aksi para Ultras yang bergabung bersama masyarakat mengecam bebasnya Mubarak. Ultras, pendukung garis keras sebuah klub sepakbola, merupakan salah satu elemen penting dalam setiap aksi massa di Mesir.
Jika di sejumlah negara lain, para Ultras memilih menahan diri atas konflik politik yang tengah terjadi, di Mesir para Ultras sejumlah klub melupakan sejenak rivalitas mereka untuk bergabung bersama menentang pembebasan Mubarak.
Para Ultras dari sejumlah klub di Mesir seperti al-Ahly dan Zamalek bergabung menjadi satu dan menamakan Ultras Nahdawy yang memiliki arti kebangkitan.
Menurut juru bicara Ultras Nahdawy, gerakan Ultras Nahdawy baru dibentuk pada 2012 untuk mendukung calon dari Ikhwanul Muslimin, yakni Mohamed Morsi.
"Kami mengambil budaya ultras di stadion dan mencoba untuk menerapkannya di jalan," kata Zizou, pendukung al-Ahly yang menolak untuk memberikan nama aslinya pada Aljazirah.
Ultras di Mesir sendiri terkenal akan dukungan fanatiknya terhadap klub mereka dan tidak segan-segan melakukan bentrokan melawan aparat keamanan. Anggota Ultras Nahdawy memang belum terlalu banyak, namun nyanyian serta gerakannya dinilai penting oleh para demonstran.
Ultras Nahdawy mengklaim bahwa sekitar 350 anggota mereka ditangkap dan 14 lainnya tewas sejak militer gulingkan Morsi.
Yasser Thabet, penulis beberapa buku tentang ultras Mesir dan sepak bola mengecam tindakan militer Mesir yang kerap melancarkan aksinya dengan menggunakan kekerasan.
"Tindakan keras hanya akan memelihara kekerasan di kalangan anak muda pada umumnya dan khususnya di kalangan ultras," ujarnya.