REPUBLIKA.CO.ID,NAYPYITAW--Pemerintah Myanmar menyetujui undang-undang tentang pernikahan antaragama, konversi agama, dan keluarga berencana. Namun, langkah ini memicu kemarahan kalangan umat Muslim di Burma dan perempuan di negara yang berpenduduk mayoritas Buddha ini.
"Kami berasumsi bahwa RUU ini dirilis karena pemerintah ingin mendiskriminasikan kebangsaan tertentu dan agama," ujar Anggota Perdamaian Jaringan Kachin, Khun Jar yang dilansir Reuters, Sabtu (6/12).
Khun Jar mengatakan bahwa membatasi pernikahan beda agama, konversi agama dan ukuran keluarga akan merugikan hubungan antarkomunal. Undang-undang ini dianggap sebagai langkah birokrasi untuk memaksa warga mengubah agama mereka sesuai agama negara.
Ia mencurigai, undang-undang ini dibuat untuk mendiskriminasikan kaum muslim, agar tak memiliki anak lebih dari dua. Selain mendiskriminasikan kaum Muslim, undang-undang ini mendiskriminasi para perempuan Myanmar yang tak punya hak gugat cerai.
Di sisi lain, pendukung RUU ini percaya bahwa undang-undang ini penting untuk diterapkan di negara yang mayoritas Buddha. Sekretaris Jendral Organisasi Interfaith Nyan Tha menegaskan, undang-undang ini diluncurkan agar tak ada penyalahgunaan agama.